KESALAHAN-KESALAHAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK




(foto; amilyhijab) 
            Bagi kebanyakan orang tua, mendidik anak bisa dikatakan gampang-gampang susah. Terkadang mereka begitu mudahnya diatur dan diperintah, terkadang pula anak begitu susah untuk dikendalikan. Oleh karena komplikasi tersebut, mestilah ada metode yang tepat dari orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
            Sebagai contoh, salah satu kesalahan yang sering terjadi di antara orang tua dan anak ialah masalah keadilan. Dikisahkan pernah salah seorang sahabat Rasulullah bernama Basyir bin Tsa’labah pernah membawa anaknya (an-Nu’man bin Basyir) menemui Rasullah saw., Basyir berkata “Sesungguhnya saya telah memberikan seorang budak laki-laki kecil milikku kepada anak ini” Nabi berkata “Apakah semua anakmu juga engkau beri masing-masing seorang budak laki-laki kecil seperti yang engkau berikan padanya?” Basyir berkata “Tidak,” Rasulullah bersabda: “Kalau begitu, ambil lagi budak itu” (HR. Muslim dan At-Tirmidzi).
Memperlakukan anak secara tidak adil termasuk salah satu cara yang salah dalam mendidik anak. Itulah mengapa Rasulullah memberikan koreksi terhadap keputusan Basyir agar memperlakukan anak-anaknya dengan adil. Meskipun harta yang diberikan itu milik orang tuanya sendiri, tetapi dalam mendidik anak, mesti memperhatikan aspek-aspek keadilan dan keseuaian terhadap anak.
            Di bawah ini akan penulis terangkan beberapa kesalahan orang tua yang keliru dalam mendidik anak.

1.      Perbuatan Orang tua Tidak Sesuai dengan Ucapannya
Rumah merupakan lingkungan yang pertama sekali sebagai sarana belajar bagi seorang anak. Maka secara otomatis anak akan belajar banyak dari kedua orang tuanya, maka sebagai orang tua, perkataan mesti sejalan dengan perbuatannya. Allah subhanahu wa taala menerangkan di dalam Alquran yang berbunyi “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. as-Shaf: 2-3).
Dorothy Law Nolte seorang penulis dan penasihat keluarga dari Amerika, pernah mengatakan ungkapan-ungkapan bijak mengenai permasalahan cara mendidik anak. Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah. Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar merendahkan diri. Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian. Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri. Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan. Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan. Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan. Jika anak dibesarkan dengan ketenteraman, ia belajar berdamai dengan pikiran.
Kutipan di atas, mengajari kita sebagai orang tua betapa keteladanan dalam mendidik anak sangat berperan penting dalam kehidupannya. Bagaimana bisa seorang anak bisa berlaku jujur, jika ia tahu orang tuanya suka berbohong. Bagaimana bisa seorang anak belajar amanah, jika orang tuanya sendiri suka menipu. Bagaimana mungkin seorang ayah melarang anaknya untuk tidak merokok, padahal  ayahnya sendiri menjadi pencandu berat. Maka sebagai orang tua, perlu menjaga segala perkataan dan perbuatannya sebagai pendidik, karena anak akan selalu merekam perilaku orang tuanya dan mengaplikasikannya di dalam kehidupannya.

2.      Terjadi Perbedaan Cara Mendidik Anak antara Kedua Orang tua
Tidak jarang terdapat perbedaan yang terjadi di antara Bapak dan Ibu dalam hal mendidik anak. Misalkan seorang anak melakukan hal-hal yang menurut ibunya membanggakan sehingga membuat ibu memujinya. Sebaliknya, sang ayah memandang hal-hal yang dilakukan anak tersebut malah tidak ada gunanya, sehingga ayah bersikap marah atau malah melarangnya. Secara spontan anak akan merasa bingung menghadapi perbedaan sikap yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Apakah ia harus mendengarkan kata-kata ibunya lalu melakukan hal itu lagi, atau harus mendengarkan ayah lalu meninggalkannya?
Sudah menjadi kebiasaan, seorang ayah sering kali mendidik anak dengan kasar, namun setelah itu ibu datang dengan perannya membela si anak. Alhasil, anak tersebut akan semakin nakal, karena ia merasa ada yang menjadi pembela dirinya. Sehingga kemarahan ayah tidak lagi dianggap “momok” yang mesti ditakuti. Oleh karena itu, hendaknya terjadi kesepakatan di antara kedua orang tua dalam memberikan komentar terhadap anak. Setidaknya hal itu dapat dilakukan ketika di hadapan anak. Jika memang perlu untuk diperbincangkan, hendaknya hal itu dilakukan tidak di depan anak.

3.      Membiarkan Anak Menjadi Korban Media
Sikap acuh orang tua terhadap perilaku anak yang keranjingan media dapat menjadikan anak di luar kendali. Karena media sendiri ibarat pisau bermata dua, di satu sisi dapat memberikan manfaat, namun di sisi lain dapat pula merusak hidup anak. Sayangnya, hanya segelintir orang tua yang menyadari hal itu. Dengan membiarkan anak asyik bermain dengan jejaring sosial dan tidak mengawasi tontonannya, maka secara otomatis kepribadian si anak akan dibentuk oleh informasi-informasi yang ia dapat dari media tersebut.
Maka sebagai orang tua, harus betul-betul memperhatikan dan mengawasi tontonan dan informasi yang ia dapat dari media. Karena tidak mungkin kita melarang mereka untuk tidak bersentuhan dengan media-media tersebut, melihat begitu banyak kebutuhan-kebutuhan anak dan informasi tentang pelajarannya yang ia dapatkan di sana. Secara spontan hal ini memang tidak mudah, namun jauh lebih mudah daripada akhirnya anak terlanjur menyerap informasi-informasi yang dapat merusak akhlaknya dan membuatnya terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak baik.

4.      Menyerahkan Tanggung Jawab Anak Sepenuhnya Kepada Sekolah
Sering kali orang tua yang sibuk dengan segala urusan pekerjaannya melalaikan tanggung jawabnya terhadap anak. Mereka berpikir bahwa si anak sudah cukup mendapat didikan di sekolah saja, karena tidak sedikit sekolah yang menerapkan sistem Full Days. Akhrinya si anak pun lebih banyak mendominasi sifat kebebasan di sekolah yang menjadi kebiasaannya dalam berinteraksi dengan orang tua di rumah. Atau yang lebih parah lagi, si anak malah lebih sering bergaul dengan pembantu dan pengasuh di rumah. Akibatnya, anak akan merasa kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya yang hal itu sangat mereka butuhkan untuk perkembangan jiwa dan masa depannya. Allah subhanahu wa taala berfirman: “Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfaal: 28)
Sudah seharusnya menjadi orang tua memahami tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan anak dan tujuannya. Dengan demikian, setiap gejala yang terjadi dalam pertumbuhan anak dapat ditanggapi dan ditanggulangi secara baik dan benar, serta tidak lepas tanggung jawab kepada para pendidiknya di sekolah.

5.      Mengekang dan Merendahkan Anak
Bermain adalah salah satu faktor penting yang dapat menunjang pertumbuhan serta perkembangan fisik dan mental anak. Kebanyakan orang tua tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain bersama rekan sebayanya dengan berbagai alasan. Akhirnya istilah MKS (Masa Kecil Suram) pun terjadi pada anak. seyogiyanya hal itu tidak perlu dilakukan, hanya saja meskipun orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk bermain, meski ada kontrol dengan siapa ia bergaul dan permainan apa saja yang ia lakukan. Agar si anak juga tidak salah dalam memilih teman dan tidak menyimpang ke jalan yang salah.
Ada pula jenis orang tua yang suka sekali merendahkan dan memarahi anak dengan kalimat-kalimat negatif. Disadari atau tidak, hal itu sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kepribadian si anak. misalkan perkataan ”Bodoh kamu, mengerjakan ini saja tidak bisa!, atau perkataan Sudahlah, kamu tidak akan mampu melakukannya. Kelihatan memang masalahnya sepele, tapi ucapan itu akan memberi pengaruh negatif terhadap anak.
Cara mendidik seperti ini akan menghasilkan pertumbuhan anak menjadi pribadi yang kerdil, kehilangan kepercayaan diri dan akan selalu gagal dalam melakukan sesuatu, karena sugesti yang negatif sering kali ditodongkan orang tua terhadap mereka. Terlebih ketika mereka memang sudah gagal dalam melakukan sesuatu, ditambah lagi dengan ucapan-ucapan yang dapat menjatuhkan mental mereka. Maka jadilah anak itu menjadi anak bodoh dan penakut.
Karena itulah, sangat penting bagi orang tua untuk dapat memilih kata-kata yang baik dan benar dalam menasihati anak. Memberikan kalimat-kalimat santun yang dapat memotivasi dan membangun kepercayaan diri si anak. Agar mentalnya selalu siap menghadapi segala persoalan hidup, bukan hanya ketika ia kecil, tapi hal itu akan berefek terhadap kehidupannya kelak.

Komentar