(foto; ayhumaeni)
Sepenggal judul di atas mengingatkan penulis pada seorang teman yang tak kunjung
mendapatkan jodoh. Padahal berulang kali ia berusaha untuk mencari jodoh, namun
akhirnya kandas di antara
serpihan harap yang ia bina di dalam hatinya. Pada awalnya dalam misi pencarian
jodoh ini, ia
tentukan beberapa kriteria, namun karena jodoh tak kunjung tiba, kriteria-kriteria itu pun satu persatu gugur
dan hanya menyisakan dua syarat saja, beriman dan bertanggung jawab.
Di antara usia yang terus mengejarnya, penyakit
was-was pun secara perlahan menggerogoti kehidupannya. Sampai di puncak
penantiannya, ia berhenti berharap dan menyerahkan permasalahan jodoh tersebut
kepada kedua orang tuanya. Alhasil, hidup pun menjadi nelangsa, karena orang
tua belum tentu banyak mengenal orang yang dinikahkan pada anaknya.
Sekilas cerita di atas hanya salah
satu contoh dari berbagai kisah dilema wanita yang terlambat menemukan
jodohnya. Tanpa mereka sadari, ternyata Allah menyimpan jutaan rahasia di balik
ujian yang sedang mereka hadapi. Rahasia itu diungkap di dalam Alquran Surah
Al-Baqarah ayat 216, yang artinya:”...boleh Jadi kamu membenci sesuatu, padahal
ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS.
Al-Baqarah: 216).
Begitulah sebenarnya konsep cinta
yang diberikan Allah kepada para hamban-Nya.
Cinta yang diungkapkan
oleh Allah dengan memberi sesuatu yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan oleh hamba-Nya. Karena sesuatu
yang kita inginkan belum tentu menjadi hal yang kita butuhkan. Sedangkan ilmunya Allah jauh lebih dahsyat dari
perhitungan dan pengharapan seorang hamba, termasuk masalah jodoh.
Boleh jadi seseorang menginginkan
cepat menikah, namun dalam ilmunya Allah, dia belum mampu untuk membina keluarga,
sampai pada akhirnya berujung pada perceraian dan kesengsaraan. Lalu Allah
menunda jodohnya, sampai ia bisa menjadi pribadi yang matang. Namun, hanya
segelintir orang saja yang menyadari hal itu, maka berusahalah untuk sabar dan
tawakal kepada Allah subhanahu wa taala.
Memang, tidak mudah menjalani hidup
seorang diri. Di satu sisi pihak keluarga yang selalu menuntut untuk segera
menikah, bahkan kalimat itu kerap kali menjadi wacana perbincangan di
tengah-tengah keluarga. Belum lagi ditambahnya dengan pola pikir masyarakat
kita yang masih sering mempersoalkan status para wanita yang masih melajang di
usia yang sudah matang.
Sebagai pribadi seorang muslim,
hendaknya kita selalu bersukur dan bersikap optimis bahwa Allah akan menguatkan
jiwa kita untuk menghadapi segala bentuk ujian yang menghampiri hidup ini.
Karena semakin berat ujian yang di hadapkan kepada seorang hamba, semakin
tinggi pula derajatnya di sisi Allah. Allah subhanahu wa taala berfirman: “Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa
oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam
cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:
"Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya
pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)
Terlambat menikah bukanlah sebuah
momok yang mesti ditakuti, ada jutaan wanita yang menikah di atas usia 30
tahun, ratusan ribu wanita yang menikah
setelah usianya lebih 40 tahun, bahkan puluhan ribu wanita yang menikah setelah
usianya melewati 50 tahun. Jika demikian adanya, mengapa mesti gelisah menunggu
datangnya jodoh, mengapa mesti bersedih kalau belum menikah, padahal semua itu
hanya akan membuat kita menderita, fisik terganggu, emosi terkuras dan jiwa
terbebani.
Seorang yang beriman mesti
menanamkan dua pilar kehidupan di dalam dirinya, yaitu sabar dan sukur.
Rasulullah mengatakan dua pilar tersebut sebagai keuntungan yang diperoleh umat
Islam. Ketika mendapatkan kenikmatan ia bersukur, ketika mengalami musibah ia
bersabar. Rasulullah saw.
bersabda: “Siapa yang membiasakan bersabar maka Allah memberikan kesabaran
kepadanya. Dan tidaklah seseorang diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih luas
melebihi kesabaran (HR. Bukhari Muslim).
Masih ingat dengan kisah Nabi
Ibrahim yang dilemparkan oleh Raja Namrud ke dalam kobaran api? Ketika itu beliau
bersabar, secepat kilat Allah menunjukkan kekuasaannya, sehingga beliau tidak
terbakar. Bagaimana
pula dengan kisah Nabi Nuh yang selalu bersabar atas gangguan dan ejekan
kaumnya ketika membuat kapal besar di atas gunung, sampai akhirnya ketika
banjir bah datang, Allah memberikan keselamatan kepada Nabi Nuh dan para
pengikutnya yang menaiki kapal tersebut.
Bagaimana pula dengan kesabaran Nabi Ayyub yang
dicabut oleh Allah nikmat kekayaan dan kesehatan yang ada padanya, namun ia
tetap bersabar. Bahkan membuat ia semakin taat beribadah kepada Allah subhanahu
wa taala. Lalu, apakah pantas hanya karena terlambat menikah seorang muslimah
harus berputus asa dan berhenti berharap kepada Allah? Padahal Allah sudah
mengingatkan kita lewat firman-Nya: “...Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui
batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah
yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Az-Zumar: 53).
Jangan pernah memutuskan doa kepada
Allah dengan penuh harap dan keikhlasan. Setelah itu, persiapkan diri untuk
menerima laki-laki yang saleh.
Apabila seseorang sungguh-sungguh dalam berdoa dan disertai dengan adab-adab
berdoa serta meninggalkan hal-hal yang dapat mendindingi terkabulnya doa. Maka
yakinlah, Allah pasti akan mengabulkan doa tersebut.
Firman Allah, “dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku
adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah
mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS. Al-Baqarah: 186).
Ketika berdoa, yakinlah tak ada yang
tak mungkin dalam genggaman Allah. Setelah berdoa, pasrahkanlah kepada Allah,
biarkan Allah memutuskan bagaimana jawaban dari doa itu. Meminta, meyakini dan
memasrahkan apapun jawaban atas permintaan, adalah cara menghubungkan diri
dengan jiwa. Ingatlah, Allah tidak akan ingkar dengan janji-Nya.
Komentar