MANAJEMEN MARAH




(foto; google)

            Marah, hal yang sering kali menyelimuti kehidupan manusia. Bukan hanya anak-anak, orang dewasa, orang tua, bahkan hewan pun bisa marah.
            Sikap marah sering kali disandingkan dengan perbuatan jahat, atau perbuatan yang kurang baik. Hal ini bisa kita lihat dengan adanya perintah Rasulullah yang ketika kemarahan itu datang cobalah menetralisirnya dengan duduk ketika sedang berdiri, jika masih belum bisa reda, cobalah untuk berbaring, jika dengan itu masih juga marah, maka ambillah air wudu. Rasulullah menjelaskan bahwa marah itu berasal dari setan, sedangkan setan diciptakan dari api, maka salah satu yang dapat memadamkan api adalah dengan air wudu.
            Rasulullah saw. berulang kali mengingatkan kita untuk selalu waspada terhadap sikap ini. Karena dengan marah, akan dapat menimbulkan berbagai macam kerusakan lainnya. Terang saja, dengan marah, dapat menimbulkan efek yang negatif terhadap objek yang dimarahi. Seperti marah terhadap anak yang melakukan kesalahan, bawahan, teman, istri atau malah terhadap suatu benda tertentu. Secara otomatis objek marah tersebut pasti merasa kesal, jengkel, atau malah melakukan perlawanan kembali, baik itu dengan sikap, bahkan dapat menimbulkan adu fisik.
Dalam satu kesempatan ketika seorang sahabat datang kepada Rasulullah ingin meminta nasihat, beliau malah menyuruhnya untuk tidak marah. Karena merasa kurang puas dengan jawaban itu, sahabat tersebut meminta lagi nasihat kepada beliau, namun Rasulullah saw. dengan segala kelebihan yang ada padanya tetap mengatakan “jangan engkau marah”. Karena marah dengan segala kejelekan di dalamnya akan menimbulkan berbagai macam bentuk persoalan.

a.      Cara Meredam Kemarahan
1.      Perbanyak Isti’ȃdzah (Meminta Perlindungan Kepada Allah)
Sebuah riwayat menceritakan bahwa ada dua orang yang saling mencela di sisi Rasulullah saw. lalu salah seorang darinya mulai tampak marah, wajahnya memerah dan urat lehernya keluar. Lalu, Rasulullah memandangi orang tersebut seraya bersabda, “Sesungguhnya, aku mengetahui suatu kalimat yang jika saja dia ucapkan, tentu amarahnya akan hilang, yaitu: A`ûdzu billȃhi minsy-syaithȃnir-rajîm (aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).”
Oleh karena itu, jika seseorang sedang marah, hendaklah ia sadar dengan kondisi dirinya, karena kemarahannya bisa mengeluarkannya dari keseimbangan kondisinya dan dari keadilannya, sehingga dia akan mengucapkan kata-kata yang batil, melakukan tindakan yang tercela, muncul sikap dengki dan perseteruan, serta sifat-sifat buruk lainnya yang diharamkan Allah subhanahu wa taala. Semua itu bermula dari amarah. Maka ketika marah itu datang, perbanyaklah meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wa taala.

2.      Mengingat Keuntungan dan Kerugian Ketika Marah
Ketika seseorang marah atau ingin marah hendaknya ia selalu mengingat akan pahala menahan amarah yang sangat besar, sehingga dia selalu berusaha menahan amarah demi mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wa taala. Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. Bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada tegukan yang lebih besar pahalanya di sisi Allah daripada tegukan amarah yang ditahan oleh seorang hamba semata demi mendapatkan rida Allah”. Ketika seseorang menyadari keutamaan menahan amarah tersebut, pasti dia tidak akan marah demi mendapatkan rida Allah subhanahu wa taala.

3.      Diam
Diam adalah salah satu cara agar bisa menetralisir marah. Sebab, ketika seseorang sedang marah maka dia lebih dekat dengan kesalahan sehingga diam itu lebih menyelamatkan dirinya dari berbagai macam kesalahan yang ditimbulkan oleh amarah. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau (jika tidak maka lebih baik) diam.

4.      Duduk, Berbaring atau Berwudu
Seperti yang telah di jelaskan di atas, bahwa Rasulullah saw. menyuruh seseorang yang sedang marah untuk segera duduk ketika ia dalam keadaan berdiri, jika dengan itu masih juga belum bisa menghilangkan amarahnya, hendaknya ia berbaring, apabila dengan berbaring juga tidak bisa tenang, maka hendaklah ia mengambil air wudu, karena sesungguhnya amarah itu berasal dari setan, sedang setan terbuat dari api, untuk memadamkan api, kita perlu air agar amarah tersebut juga bisa padam.
Jika seseorang sudah bisa menahan diri dari melakukan hal-hal yang menjadi akibat dari emosi atau kemarahan yang dapat merugikan dirinya, maka seakan-akan pada hakikatnya dia belum marah. Dengan ini, seseorang tersebut memiliki kekuatan akal dan kekuatan hati yang sempurna, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw. “Yang disebut orang kuat itu bukanlah orang yang mampu membanting lawannya, tetapi orang kuat adalah yang mampu mengendalikan nafsunya ketika sedang marah.” (Muttafaq Alaih).
Maka, yang menjadi bukti sempurnanya kekuatan seorang hamba adalah kemampuannya untuk menahan diri dari pengaruh kekuatan syahwat, kekuatan emosi, amarah, serta pengaruh-pengaruh buruk lainnya. Bahkan dia mampu memanfaatkan potensi ini untuk sesuatu yang bermanfaat bagi urusan agama maupun urusan dunia, serta untuk menolak perkara yang memberi mudarat atau kerugian bagi keduanya.

Komentar