MEMAKNAI URGENSI SALAT DI DALAM ASPEK KEHIDUPAN




(foto; hilmanmuchsin)

            Salat adalah pondasi umat Islam yang ke dua setelah diawali dari syahadat. Perbuatan yang tidak ada tawar menawar ini di wajibkan oleh Allah subhanahu wa taala sebagai bukti penghambaan dan semata-mata untuk beribadah kepada-Nya. Jika tidak bisa berdiri, boleh duduk, jika duduk juga tidak mampu, maka boleh berbaring, sampai pada akhirnya ketidakmampuan itu mencakup seluruh kondisi tubuh manusia, tetap saja salat diwajibkan dengan cara mengingat di dalam hati saja. 
            Begitu banyak dalil Alquran dan hadis yang menerangkan tentang kewajiban salat, sehingga kewajiban itu tidak dapat dipungkiri lagi. Tetapi alangkah piciknya pemikiran aliran-aliran sesat yang tidak mewajibkan salat lima waktu dan juga syariat Islam lainnya. Namun yang lebih kita sayangkan lagi, ternyata masih banyak umat ini yang masih buta terhadap agamanya sendiri tanpa melihat apa isi kandungan yang terdapat dari aliran-aliran baru tersebut. Sehingga dengan mudah mereka memasuki aliran gila itu dengan berdalih “yang penting Islam”
Pada umumnya, banyak sekali orang-orang yang tidak bisa memahami makna kewajiban salat. Sehingga salat dirasakan bukanlah sebuah kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, tetapi malah kewajiban yang dengan berat hati harus dilakukan, dan akhirnya dampak kebaikan salat itu sendiri tidak pernah dirasakan dalam aspek kehidupan. Sebagai contoh, salah satu firman Allah “Sesungguhnya salat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. (QS.Al-ankabut:45).
Pertanyaannya, apakah dampak dari salat itu apakah dapat dirasakan dalam aspek kehidupan? Apakah benar salat dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar? Maka fenomena-fenomena yang terjadi di kalangan umat Islam saat sekarang ini secara gamblang menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Dibangunnya masjid yang indah dan megah dengan segala isi dan bangunannya, namun sangat disayangkan kondisi masjid itu tidak layak seperti rumah yang tiada berpenghuni karena sangat sedikit sekali orang yang mau melakukan salat di masjid tersebut.
Disatu sisi ada segolongan orang yang bertanya, mengapa kebanyakan orang yang salat malah jatuh dalam perbuatan maksiat yang telah dilarang Allah subhanahu wa taala, padahal salat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar seperti yang telah di jelaskan di atas tadi. Maka jawabannya terpulang kepada diri manusia itu sendiri. Apakah mereka salat hanya sekadar melaksanakan kewajiban, ingin dilihat orang lain, atau memang benar-benar menjadikan salat sebagai kebutuhan mereka. Sehingga ketika mereka belum atau tidak salat, serasa ada yang kurang di dalam kehidupannya.
Dengan begitu kita tidak akan mudah terpengaruh kepada perbuatan yang telah dilarang oleh Allah subhanahu wa taala, kapanpun dan di manapun. Sementara orang yang salat namun ia tidak mampu menahan dirinya dari perbuatan yang telah dilarang oleh Allah subhanahu wa taala, salat yang demikian, masih dipertanyakan kekhusukan dalam salatnya, boleh jadi ketika ia melaksanakan salat hati dan pikirannya tidak fokus kepada Allah subhanahu wa taala dan tidak merenungi makna ayat yang telah dibacanya melainkan ia memikirkan harta-hartanya sehingga ketika ia diuji oleh Allah dengan kenikmatan dunia, dengan sangat mudah ia akan melakukannya tanpa berpikir panjang terhadap akibat dari perbuatan yang telah di lakukannya.
Itulah kelemahan bagi orang yang tidak khusuk dalam salatnya sehingga ia tidak pernah mengingat akan azab Allah subhanahu wa taala. Hal yang demikian itu seperti yang dikataan para Mufassir  “yuf’aluuna as-shalata  wala yuuqimun. Artinya mereka melaksanakan salat, tetapi tidak mendirikannya, sehingga dampak dari salat itu tidak pernah mereka rasakan di dalam aspek kehidupan. Karena mereka melaksanakan salat tersebut bukan untuk beribadah menghambakan diri kepada Allah, melainkan hanya untuk sekedar melaksanakan kewajiban semata.
Rasulullah saw. pernah  bersabda: “Sesungguhnya salat itu adalah tiang agama, maka barang siapa yang menegakkan salat, maka dia telah menegakkan agama. Namun apabila dia meninggalkannya, berarti dialah yang telah menghancurkannya.”
Salat lima waktu sehari semalam yang diwajibkan oleh Allah subhanahu wa taala jika dikalikan setahun (360 hari), berarti 1800 waktu salat yang telah kita lakukan dalam setahun. Jangan sampai ada yang tertinggal, baik itu dari jumlah waktu maupun jumlah rakaatnya. Karena yang demikian itu adalah amanah Allah yang telah kita terima, seperti yang tercantum di dalam Alquran surah Al-ahjab ayat: 72 yang berbunyi “Sesungguhnya kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir tidak akan sanggup melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanah itu oleh manusia. Sungguh manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh. (QS.Al-ahjab: 72).
Dari keterangan ayat di atas mestilah kita pahami dan kita laksanakan amanah yang telah diperintahkan Allah kepada kita secara ikhlas dan tidak boleh ada yang luput darinya. Karena melakukan salat adalah suatu kewajiban yang mesti kita laksanakan dan yang terpenting melakukannya dengan istiqamah, supaya kita terhindar dari hal-hal yang telah dilarang oleh Allah subhanahu wa taala. Karena sesungguhnya, salat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.

Komentar