Media Sosial atau disebut juga
dengan medsos acap kali
memberikan berita yang kontroversial di kalangan masyarakat. Hal ini terjadi
karena masyarakat sangat bergantung kepada medsos tersebut. Lihat
saja, tidak hanya di kalangan menengah ke atas, bahkan kalangan menengah ke
bawah pun sudah tidak asing lagi dengan istilah medsos.
Ditinjau dari segi kemajuan zaman, masyarakat Indonesia
tergolong sudah terbiasa dengan istilah medsos. Namun sangat disayangkan masih banyak
masyarakat kita yang belum bisa memanfaatkan pisau bermata dua ini (medsos) dengan hal-hal yang bernuansa positif dan
bermanfaat. Bahkan berita-berita negatifpun sering kali diambil dan dilakukan
tanpa disaring terlebih dahulu.
Skip
Challenge contohnya. Permainan mematikan ini berasal dari medsos yang sudah mewabah di Indonesia, terutama di
kalangan anak-anak dan remaja. Skip
challenge adalah permainan yang dilakukan dengan cara menekan dada
seseorang dengan keras dalam beberapa detik, sehingga korban akan kekurangan
oksigen sehingga mengakibatkan pingsan
dan kejang-kejang, bahkan berujung pada kematian.
Seperti memantik api di tumpukan
jerami, berita ini langsung menyebar di seluruh penjuru nusantara dan dalam
hitungan jam saja korbanpun berjatuhan. Tak dapat ditampik, inilah krisis
global yang menyerang masyarakat kita saat sekarang ini.
Salah
satu pakar kesehatan di Indonesia Dr. dr. Rizaldy
Pinzon, M.Kes., SpS mengungkapkan pendapatnya yang dilansir dari detik.com, bahwa dinding dada yang
harusnya mengembang dan mengempis, saat ditekan dengan sangat keras dapat
menyebabkan kondisi yang disebut asfiksia traumatik. Asfiksia
merupakan istilah untuk kekurangan pasokan darah dan oksigen. Aliran darah otak
normal adalah 50cc/100 gram jaringan otak per menit. Apabila turun sampai
kurang dari 30cc/100 gram jaringan otak per menit, maka akan menyebabkan
gangguan fungsi otak. Termasuk global brain iskemia yang
menyebabkan hilangnya kesadaran dan kejang. Tekanan yang sedemikian berat di
dinding dada menghalangi pertukaran gas normal dan menyebabkan asfiksia.
Permainan
ini sangat cepat mewabah di kalangan masyarakat kita. Kembali lagi, medsos berperan penting dalam penyebaran berita ini.
Masih ingat dengan choking game
(dicekik beberapa saat), salt and ice
challenge (menabur garam di kulit lalu menekannya dengan es), condom challenge (menjatuhkan kondom
yang didisi dengan air ke kepala), Pakai 100 Baju (mengenakan 100 baju
sekaligus dalam beraktifitas), cinnamon
challenge (menghirup satu sendok bubuk kayu manis), dan lain-lain yang
semuanya ini bisa menimbulkan kematian. Namun tetap saja kita begitu mudah
mengadopsi hal-hal seperti ini tanpa memikirkan baik buruknya.
Namun
menjadi sebuah pertanyaan bagi kita semua, mengapa begitu mudahnya para
anak-anak dan remaja mengadopsi hal ini tanpa memikirkan dampak yang dihasilkan
oleh permainan tersebut? Penulis mengutip perkataan Anna Surti Ariani psikolog
anak dan keluarga dalam liputan6.com,
mengatakan bahwa jika dilihat dari rentang usianya, anak-anak dan remaja
termasuk individu yang rentan terhadap berbagai fenomena yang ada di
hadapannya. Mereka ingin mencari tantangan, dalam arti segala sesuatu yang
berbahaya. Ada kecenderungan
untuk mengejar tantangan dan kebanyakan anak-anak juga tak tahu mengenai bahaya
dari skip challenge ini.
Senada
dengan itu dalam republika.co.id,
Emma Citron seorang Psikolog Inggris mengemukakan pendapatnya bahwa Skip Challenge dianggap sebagai
permainan menjajal keberanian atau dare
game. Anak merasa tertantang untuk mencoba permainan ini karena didorong
oleh rasa ingin tahu yang begitu kuat. Di sini ada
unsur kompetitif yang mendorong mereka untuk melakukan hal itu.
Dalam
ajaran Islam hal ini termasuk kepada membahayakan diri atau sama saja dengan
bunuh diri. Diriwayatkan dari Dari Abû Sa’îd Sa’d bin Mâlik bin Sinân al-Khudri
Radhyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak
boleh membahayakan diri sendiri dan
tidak boleh membahayakan orang lain.”(H.R. Ibnu
Majah dan Daruqutni). Dalam
hal ini pelaku dan korban sama-sama terkena dosa, karena skip challenge adalah permainan anak-anak atau remaja yang
sama-sama melakukan perbuatan tersebut tanpa ada paksaan dari salah satu pihak, dalam agama Islam
hal ini termasuk perbuatan haram. Miris melihat generasi kita saat sekarang ini
yang begitu mudah meniru tanpa memikirkan keselamatan dirinya sendiri.
Lalu
bagaimana cara kita menyikapinya? Karena sasaran utama permainan ini adalah
anak-anak dan remaja, maka yang paling bertanggung jawab dalam hal ini adalah orang tua, guru dan
seluruh aspek masyarakat. Orang tua harus bisa mengarahkan anak-anaknya agar
tidak melulu mengadopsi hal-hal yang ada di media sosial secara mentah-mentah.
Peran orang tua untuk memberikan pemahaman tentang risiko aktivitas berbahaya seperti skip challenge sangatlah penting. Boleh
saja mengikuti tren dengan gaya luar
negeri, hanya saja harus bernuansa positif dan membangun, bukan hal-hal yang
merusak dan mematikan seperti beberapa permainan di atas.
Memberikan
pendidikan agama sejak dini adalah tanggung jawab penuh sebagai orang tua.
Karena anak adalah tolok ukur kesuksesan orang tua di dunia dan akhirat. Akhlak
yang baik adalah cerminan dari orang tuanya. Sebaliknya, jika orang tua tidak
bisa memberikan contoh yang baik, lantas siapa lagi yang harus mereka tiru?
Sedangkan
untuk guru, perlu menekankan dampak yang akan ditimbulkan oleh
permainan-permainan ini agar para peserta didik tidak menjadi bahan percobaan
atas ketidaktahuan mereka sendiri. Sedari dini perlu menekankan pendidikan
karakter kepada mereka agar tidak menjadi sasaran penyalahgunaan media sosial.
Banyak
hal yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasi hal-hal negatif yang marak
beredar di media sosial. Para peserta didik hanya perlu dukungan dan arahan
dari segenap masyarakat untuk meyakinkan para remaja kita bahwa hal-hal yang
mereka lihat di medsos perlu dipikiran terlebih dahulu sebelum
melakukannya. Kesadaran masyarakat juga perlu dibangun untuk selalu melarang
dan mengawal setiap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak-anak dan
remaja, bukan malah bersikap tak acuh dan membiarkannya terjadi begitu saja. Wallahu
a’lam
Komentar