(foto; google)
Sejak mampu berpikir dan mampu membedakan antara yang
baik dan yang buruk, anak perlu diberi pengetahuan-pengetahuan tentang seks
yang sesuai dengan usianya dan diajari hukum-hukum fikih, terutama etika-etika
pendidikan seks yang dibutuhkannya, seperti dilatih bagaimana cara istinja’,
bagaimana cara menyucikan pakaian dari najis, dan mencuci noda darah pada badan
atau pakaiannya ketika hendak salat atau melakukan kegiatan lainnya.
Abdullah Nashih Ulwan dan
Hassan Hathout berpendapat bahwa pendidikan seks yang perlu diperhatikan oleh pendidik
terbagi ke dalam beberapa tahap. Pertama pada usia antara 7-10
tahun, anak diajari tentang sopan santun meminta
izin masuk rumah dan sopan santun memandang. Kedua, Pada usia antara 10-11 tahun, yang dinamakan masa pubertas, anak harus dijauhkan dari hal-hal yang
membangkitkan birahi. Ketiga, Pada usia antara 14-16 tahun, yang disebut usia remaja, anak diajari etika bergaul dengan lawan jenis bila sudah matang untuk menempuh perkawinan. Setelah melewati usia remaja, yang disebut masa pemuda, anak diajari etika menahan diri bila tidak mampu kawin.
Di bawah ini akan penulis terangkan beberapa aturan yang
perlu diterapkan dalam mendidik anak yang berhubungan dengan seksualnya.
1.
Meminta Izin (Isti’dzan)
Syariat Islam menekankan etika meminta izin sejak usia
dini. Dalam hal ini Islam menunjukan dua fase dalam aplikasinya sebagai pengamalan prinsip gradual dalam pendidikan seks bagi anak. Fase pertama, Islam
menoleransi anak yang belum balig, terutama yang mumayiz, memasuki kamar orang lain,
termasuk kamar kedua orang tuanya, kecuali pada tiga waktu, yaitu sebelum salat subuh, ketika melepas lelah pada siang hari dan setelah salat isya. Etika ini masih merupakan hubungan alamiah di antara orang tua dan anak mereka yang belum balig. Namun, keadaan itu berubah dengan masuknya anak ke dalam usia balig, taklif syariat, dan keharusan melaksanakan perintah-perintah dan larangan-larangan
Allah. Ketika fase isti’dzan memasuki
fase yang lain, yaitu sudah balig tidak
mungkin memasuki kamar orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu pada setiap
waktu.
Hal ini sejalan dengan firman Allah yang tertera di
dalam surah An-Nûr ayat 59, yang berbunyi: dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig,
Maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka
meminta izin. Demikianlah
Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S.
An-Nûr: 59).
2.
Menahan Pandangan dan Menutup Aurat
Masalah ini meliputi dua butir penting, yaitu menutup
aurat bagi kedua orang tua dari anak mereka, khususnya ibu, dan jenis pakaian
serta pengaruhnya terhadap perkembangan psikologis anak. Berkaitan dengan
masalah pertama, dapat dikatakan bahwa anak yang sudah mencapai usia balig dan mukalaf wajib menutup aurat dari pandangan anak yang mumayiz, sebagaimana ia juga
diharamkan untuk memandang aurat anak yang mumayiz atau menyentuhnya dengan dorongan syahwat.
Masalah lain adalah pakaian, bahwa Islam mengarahkan
kita pada pentingnya menjaga pakaian sebagai penutup aurat sehingga tidak
menimbulkan fitnah orang yang memandangnya dan membangkitkan hasrat seksualnya.
3.
Menjauhkan Anak dari Aktivitas Seksual
Adalah penting untuk menjauhkan anak, khususnya yang mumayiz, dari melihat aktivitas
seksual di antara suami-istri karena bahayanya yang besar terhadap kejujurannya
pada masa depan. Oleh karena itu, aktivitas seksual di antara orang tua hendaklah dilakukan
di dalam tempat yang rahasia dan tersembunyi, serta pada waktu-waktu yang tepat.
Orang tua mesti selalu mengontrol perkembangan kondisi
seks si anak. Karena dikhawatirkan terjadi penyimpangan seks yang dilakukannya,
terlebih ketika anak memiliki tempat privasi
sendiri seperti kamar tidur dan ruang belajar. Seorang anak bisa saja memutar
film porno di dalam kamarnya, bisa melalui DVD player, komputer atau
malah alat komunikasi seperti gawai
atau gadget.
Pada bagian ini, peran penting orang tua harus selalu
mengawasi perkembangan si anak setiap saat. Baik itu cara pergaulan dengan
teman-temannya, maupun bahan bacaan yang ada di kamarnya. Karena mengingat
permasalahan seks ini adalah masalah yang tersembunyi, jarang sekali seorang
anak mau berbagi kisah (curhat) seputar permasalahan seks kepada orang tuanya.
Apalagi sekarang zaman sudah canggih, dengan gampang seorang anak bertanya pada
internet. Pada bagian ini pula orang
tua mesti mengawasi penggunaan internet
pada anak, karena internet itu
sendiri ibarat pisau bermata dua.
Satu sisi dapat memberikan manfaat, di sisi lain dapat memberikan mudarat.
4.
Pemisahan Tempat Tidur Anak
Pemisahan tempat tidur anak merupakan kaidah pendidikan
bagi keberhasilan pendidikan seksual kepada anak-anak. Melalui pemisahan ini, anak-anak jauh dari kamar kedua orang tua dan diasingkan dari tempat yang di dalamnya dilakukan aktivitas seksual. Selain itu, pemisahan anak laki-laki dari anak perempuan, di mana masing-masing jenis memiliki kamar tersendiri, menghindarkan anak-anak dari sentuhan badan yang dapat menyebabkan rangsangan seksual yang berbahaya.
Berbagai macam fakta menyebutkan bahwa, tindakan
penyimpangan seks terkadang tidak hanya dilakukan karena adanya niat dari para
pelakunya, tetapi karena adanya kesempatan pada waktu yang pas, sehingga
terjadilah penyimpangan seks tersebut. Sehingga tak heran lagi, jika kondisi
remaja kita saat ini terutama dalam penyimpangan seks, mendapat sorotan ranah di publik.
5.
Mengamati Kematangan Seksual Dini
Kematangan seksual secara dini yang terjadi pada anak laki-laki dan anak perempuan sebelum mencapai usia balig menurut ukuran normal bisa saja terjadi. Pengawasan itu
artinya pemahaman terhadap kasus kematangan seksual dini dan faktor-faktor yang
menyebabkannya serta mengenali perubahan-perubahan yang menyertainya. Ini semua menuntut pendidik agar segera melakukan persiapan seksual bagi anak laki-laki dan anak perempuan mumayiz untuk mengantisipasi masalah-masalah yang
mungkin muncul akibat terjadinya kematangan seksual secara dini.
Di sinilah peran penting orang
tua dalam mengajarkan pendidikan seks kepada anak. Dengan membekalinya ilmu pengetahuan agama yang
memadai, serta megajarkan kepadanya tentang akibat yang ditimbulkan seks yang
salah (seks bebas) terhadap dirinya sendiri. Terlebih sekarang ini
begitu banyak alat-alat yang dapat memantau aktivitas si anak di dalam ruang
privasinya seperti CCTV misalnya.
6.
Mengarahkan Anak Mumayiz untuk
Memproduktifkan Waktunya
Bimbingan untuk
memproduktifkan waktu anak berguna untuk memalingkan anak, khususnya yang mumayiz, dari pandangan-pandangan
yang merangsang gairah seks, melatih tubuhnya dengan keterampilan dasar yang
dibutuhkan pada masa kini dan masa depannya, melatih otaknya dengan
kegiatan-kegiatan rekreasi, menanamkan semangat persaudaraan dan persahabatan
di antara anak-anak serta memperkuat ikatan sosial di antara mereka, dan
melatihnya untuk menghargai waktu dan untuk memunculkan kemampuan inovatifnya.
Islam mengakui bahwa naluri untuk berhubungan
antara lawan jenis merupakan watak dasar manusia. Tetapi Islam memberikan
aturan dan rambu-rambu agar pemahaman dan keinginan itu tidak dipahami dan
disalurkan secara negatif dan serampangan. Permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam
seksualitas, mayoritas masyarakat kita memandangnya bukanlah prioritas penting
dalam memberi suatu pembelajaran. Bahkan tidak sedikit yang menganggap seks itu
negatif, kotor, jorok, dan hal-hal yang berkonotasi buruk, hal ini disebabkan
karena adanya “miss-information” terhadap seks.
Kecenderungan mendiskreditkan seksualitas juga
disebabkan beberapa hal, di anataranya peredaran VCD porno secara bebas, juga
tidak sedikit orang tua yang menegur anaknya ketika mereka melakukan eksplorasi
dengan memegang alat kelamin dengan menyebutnya “jorok” atau “kotor”,
sehingga semakin mengokohkan bahwa seks itu negatif.
Mari kita merenungi kalimat hikmah yang
diungkapkan oleh Imam Al-Ghazali, “... Ketahuilah, sesungguhnya metode
pendidikan anak merupakan sesuatu yang paling penting dan wajib. Anak adalah
amanah bagi orang tuanya. Hatinya yang suci merupakan permata yang paling
berharga. Bila dibiasakan dan diajarkan kebaikan, maka ia akan tumbuh di
atasnya, dan akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Sebaliknya bila
dibiasakan dengan kejelekan dan dibiarkan seperti binatang maka ia akan
sengsara dan binasa.”
Komentar