PENTINGKAH BERPERILAKU LEMAH LEMBUT TERHADAP ANAK?




                                            (foto; islamedia)

 Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi atau Nasrani” (HR. Al-baihaqi dan ath-Thabarani)
            Anak merupakan titipan Allah subhanahu wa taala kepada setiap orang tua. Oleh karena itu, sebagai orang yang dipercayai untuk dititipi amanah, maka semestinya sebagai orang tua kita harus pandai dan bijak dalam mendidik anak. Sebab, anak merupakan cerminan dari orang tua. Jika anak berperilaku baik, maka baiklah orang tuanya, sebaliknya jika anak berperilaku buruk maka itu tercermin bagaimana orang tuanya mendidik anak tersebut.
            Bicara tentang anak, tidak sedikit orang di dunia ini yang tidak memiliki anak. Hal itu bahkan menjadi tabu di masyarakat. Namun jika kita mengkaji hal tersebut, tentu semua itu kita kembalikan kepada Allah. Oleh karena itu, jika masih belum memiliki momongan, maka berbaik sangkalah kepada Allah, yakinlah bahwa Allah pasti memiliki rahasia terhadap itu semua.
            Sebagai orang tua mendidik anak bukanlah hal mudah. Perlu ketekunan, ketelitian dan penuh kesabaran. Jika semua itu tidak bersinergi dengan baik, anak akan menjadi penyebab orang tua masuk ke dalam neraka. Sebagai orang tua kita juga harus bersikap lemah lembut terhadap anak, sebab jika anak dibesarkan dengan kekerasan, tentu anak akan menjadi pribadi yang kasar dan arogan.
            Ada sebuah kisah menarik di sebuah pulau bernama Solomon yang terletak bersebelahan dengan Papua Nugini. Masyarakat pulau Salomon ketika ingin membuka lahan baru untuk bercocok tanam, mereka punya cara tersendiri untuk melakukannya. Pohon-pohon di hutan tidak lantas mereka tebang begitu saja, mereka tidak menggunakan alat pemotong pohon sebagaimana mestinya. Mereka hanya mengelilingi pohon tersebut setiap hari dan mencaci makinya dengan bahasa yang kotor. Hal itu mereka lakukan setiap hari, hasilnya semakin hari pohon tersebut semakin membusuk dan akhirnya tumbang dengan sendirinya.
            Kisah tersebut merupakan sebuah cerminan bagi kita selaku orang tua, bahwa sebatang pohon saja jika diperlakukan secara kasar bisa merobohkannya, apalagi seorang anak yang memliki perasaan dan jiwa, sudah pasti akan berubah menjadi monster yang sangat menakutkan di dalam kehidupannya sendiri juga kita sebagai orang tuanya.
            Hal serupa juga pernah diteliti oleh seorang dokter di Jepang. Masaru Emoto, salah satu peneliti di negeri sakura itu pernah melakukan percobaan terhadap air mineral atau air putih. Dua buah gelas yang berisi air diletakkan di dua tempat yang berbeda. Gelas pertama diperdengarkan dengan suara yang indah, lembut, musik berirama merdu. Sedang gelas yang kedua diperdengarkan dengan suara keras dan hingar-bingar, caci maki dan perkataan kotor.
            Hasil yang didapat oleh penelitian tersebut sangat mencengangkan. Molekul yang terdapat di gelas pertama berubah menjadi positif dan baik untuk dikonsumsi. Sedangkan molekul yang ada pada gelas yang kedua berubah menjadi negatif dan bisa menjadi penyakit bila dikonsumsi.
            Mari kita analogikan kedua kisah tersebut terhadap anak. Bayangkan saja jika setiap hari kita memberikan pendidikan kepada anak dengan lembah lembut, dengan suara yang santun dan dengan perkataan yang baik, tentu anak tersebut akan menjadi anak yang baik. Jika kita berbuat sebaliknya, maka jangan heran jika anak tersebut menjadi pribadi yang keras.
            Senada dengan hal itu, sebagai orang tua mesti memperhatikan dalam berbagai aspek dalam  mendidik anak. Sebab anak tidak hanya bergaul di rumah saja, tetapi dengan tetangga, guru dan teman-temannya di sekolah. Kita juga perlu memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak dimana dia sekolah dan berinteraksi dengan teman-temannya. Maka penerapan akhlak yang baik di sekolah secara terstruktur, itu jauh lebih baik dibandingkan prestasi akademik apapun.
            Maka oleh sebab itu, pilihlah sekolah yang mengedepankan pendidikan karakter terhadap anak terlebih terhadap akhlak mereka. Makanya tak heran jika orang tua di Australia lebih khawatir jika anak-anak mereka tidak bisa mengantre dari pada tidak bisa ilmu matematika. Karena menerapkan karakter lebih sulit dari pada mempelajari ilmu lainnya.
            Ada beberapa manfaat bersikap lemah lembut terhadap anak. Hal ini pernah terjadi pada zaman Rasulullah dan para sahabat.  Di dalam buku ini, penulis mencoba merangkumnya dalam beberapa kategori.

1.      Mendatangkan Kasih Sayang Allah dan Memperbaiki Urusan Dunia
Suatu ketika pada saat Rasulullah menggendong Hasan (cucu beliau),  namun tiba-tiba saja Hasan buang air kecil di pangkuan beliau. Ketika Lubabah (ibu susu Hasan) mengetahui hal tersebut dan bergegas ingin memukul Hasan karena dianggap tidak sopan kepada kakeknya, kemudian Rasulullah berkata “Lemah lembutlah kepada anakku, maka Allah akan menyayangimu dan memperbaiki urusan-urusan duniamu.”
Kisah di atas memberikan pencerahan terhadap kita bahwa ternyata sikap lembah lembut terhadap anak sudah diajarkan oleh Rasulullah jauh sebelum para pakar psikolog muncul di tengah-tengah masyarakat. Lantas kenapa kita masih membentak, memukul dan menyumpahi anak dengan kata-kata yang kasar. Kenapa tidak mengubah ucapan kasar tersebut dengan doa yang baik? Misalnya, seperti kisah imam Masjidil Haram ProfDr. Asy-Syaikh Abdurrahman bin Abdul Aziz bin Muhammad as-Sudais. Ketika kecil ternyata beliau adalah seorang anak yang “nakal”, namun ibunda beliau selalu memarahinya dengan ucapan yang baik. “Pergi sana jadi imam di Masjidil Haram” ucap ibunda beliau ketika marah. Acap kali ketika marah ibunda beliau mengatakan hal itu, Alhamdulillah sekarang beliau menjadi salah satu imam besar di Masjidil Haram. Lantas, masihkah kita bersikap kasar terhadap anak?

2.      Pelindung dari Api Neraka
Sebuah kisah yang terjadi pada zaman Rasululullah yang pernah diceritakan oleh Aisyah Radhiallahu anha, bahwasanya suatu ketika datang seorang wanita dengan dua orang anak kecil dan meminta makanan kepada Aisyah. Sedang waktu itu beliau tidak memiliki apapun untuk diberikan kecuali hanya 3 butir kurma yang tersisia di rumahnya. Beliau lalu memberikan semua kurma itu untuk wanita tersebut. Wanita itu berhati sangat lembut, ia memberikan kurma pemberian Aisyah untuk kedua anaknya, setiap anak diberi satu dan yang terakhir untuk dirinya. Namun karena masih merasa kurang, wanita tersebut membelah kurma yang ia punya dan memberikan kepada kedua anaknya. Ketiak Aisyah menceritakan hal itu kepada Rasulullah, beliau berkata bahwa sikap yang demikian adalah penghalang bagi wanita tersebut dari api neraka.
            Masih banyak lagi kisah-kisah pada zaman Rasulullah yang berhubungan dengan cara mendidik anak dengan lembah lembut. Terlebih bagaimana Allah secara khusus mengabadikan kisah Luqman di dalam Alquran tentang bagaimana cara mendidik anak-anaknya agar menyembah Allah dan berperilaku baik dan lembah lembut. Pertanyaannya sekarang adalah, mahukah kita bersikap lemah lembut terhadap anak?
            Jika ingin memiliki anak yang sholeh dan sholehah, maka sedari dini sebagai orang tua harus menanamkan sifat dan sikap baik lagi lemah lembut kepada mereka. Sebab kita adalah contoh bagi mereka. Ketika kita berbuat kebaikan, anak-anak akan mengikutinya, sebaliknya jika keburukan yang kita tunjukkan kepada mereka, yakinlah mereka akan menarik kita nanti ke dalam api neraka.

Komentar