PROBLEMATIK AURAT DAN PRAKTIKNYA




(foto; islamwiki)

            Berbicara masalah aurat, tentu saja sangat erat kaitannya dengan etika dan moralitas yang akhir-akhir ini yang semakin merajalela di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Permasalahan ini menjadi buah bibir di semua kalangan, terutama umat Islam lantaran semakin banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh aurat tersebut sebagai objek dari sebuah penglihatan.
Fenomena yang semestinya aurat menjadi sesuatu yang harus ditutupi nyatanya menjadi komoditas yang bisa dipandang dan dinikmati oleh siapa saja. Sebagai sebuah subjek, dalam hal ini kaum perempuan semestinya selalu berhati-hati dalam memberlakukan auratnya sehingga tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan, baik itu terhadap dirinya pribadi, maupun orang lain.
Ditinjau dari definisinya kata-kata aurat berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘aurah yang secara bahasa maknanya “kurang atau cacat atau apa saja yang sekira-kira manusia merasa malu melakukannya.” Sedangkan Secara istilah yang dimaksud dengan aurat  ialah bagian tubuh yang tidak patut (pantas) untuk diperlihatkan kepada orang lain (kecuali kepada suaminya atau sewaktu sendirian di ruang tertutup).
Di dalam Alquran larangan untuk mengumbar aurat diungkapkan oleh Allah subhanahu wa taala dalam surah an-Nur ayat 30 yang berbunyi: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur:30).
Hukum Islam sendiri mengharamkan secara mutlak untuk mempertontonkan aurat bagi umatnya, bahkan dalam sebuah hadis Rasulullah menerangkan dengan tegas ancaman bagi orang-orang yang mempertontonkan auratnya. “Ada dua golongan penghuni neraka, yang aku tidak pernah melihat keduanya sebelumnya. Perempuan-perempuan yang telanjang, berpakaian tipis, dan berlenggak-lenggok, dan kepalanya digelung seperti punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan mencium baunya. Dan, laki-laki yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti umat manusia.” (HR. Imam Ahmad).
Beberapa Muhaddisin (pakar hadis) menjelaskan bahwa hadis tersebut merupakan sebuah celaan kepada dua golongan umat manusia yang dianggap telah menyalahi hukum Allah. Mengumbar aurat merupakan sebuah tindakan yang tidak seharusnya dilakukan karena hal tersebut telah melanggar ketentuan Allah, sedangkan Allah sangat membenci kaum yang tidak bermoral seperti itu.
Terbukanya aurat seorang wanita mempunyai dampak negatif yang luar biasa, baik bagi orang yang melakukannya maupun orang lain yang melihatnya. Salah satu dampak terbukanya aurat adalah pelecehan seksual. Pada dasarnya, pelecehan tersebut bisa terjadi kebanyakan bukan karena adanya niat dari pelaku pelecehan tersebut, tetapi hal itu terjadi karena adanya kesempatan. Mulanya memang seorang wanita berpikir bahwa apa yang ia lakukan terhadap auratnya adalah hak mereka untuk mengekspresikan dirinya dalam hidup. Namun, mereka tidak sadar bahwa perilaku tersebut banyak menimbulkan dampak negatif, bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain.
Ketika seorang remaja telah timbul dorongan seksualnya, maka aksi yang pertama kali dilakukan adalah memamerkan aurat mereka. Hal  ini dilakukan sebagai simbol-simbol seks mereka. Terutama sekali pada remaja putri, seperti buah dada, pantat dan kehalusan kulit. Sedangkan pada remaja laki-laki, lebih diaktualisasikan dengan aksesoris seperti rambut, otot, dan lain sebagainya. Tetapi yang jelas, mereka akan memuja tubuh mereka sendiri dengan memamerkan aurat, tanpa risih dan malu.
Abdurrahman As-Sayyi dalam sebuah bukunya merinci bahaya seseorang yang pamer akan aurat: pertama, laki-laki akan melalaikan tugas dan kewajibannya karena terganggu oleh penampilan-penampilan seronok dari wanita yang ia lihat di jalan-jalan, kendaraan atau pun di pasar serta di tempat-tempat lain. Kedua, Munculnya keinginan untuk melakukan tindak kriminal yang direncanakan. Sebab secara tidak langsung dia telah mendapat ‘undangan’ tidak resmi dari wanita-wanita yang memamerkan auratnya. Ketiga, Luasnya kesempatan untuk membelalakkan matanya ke arah aurat yang paling menonjol dari wanita tersebut. Keempat, Hilangnya nama baik seorang laki-laki (ayah) jika yang pamer aurat itu ternyata istri dari seseorang yang mempunyai nama, atau anak remaja putri yang mendapat celaan dan cemoohan dari masyarakat. Lebih-lebih jika ketika pamer aurat sedang bersama-sama dengan mereka (keluarga). Dengan keluar dan berjalan bersamaan, berarti mereka merestui tabarruj atau pamer aurat dari anggota keluarganya.
Jika sensasi pamer aurat di kalangan remaja putri yang sedang marak akhir-akhir ini hanya sekadar sensasi belaka, yang dengan sekejap mampir dalam benak remaja muslimah untuk sekedar ingin tahu, mungkin tidak mengapa. Anggap saja itu sebagai bagian dari perjalanan sensasi hidup ala remaja. Namun jika itu merupakan sebuah pembiasaan yang keliru dan berkelanjutan tanpa ada rasa bersalah dan bertaubat, maka itulah yang dinamakan sebuah marabahaya.
Karena itu Islam datang membawa syariat untuk memakai hijab bagi wanita yang telah mencapai usia akil balig, untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari fitnah besar semacam pemerkosaan atau paling tidak pelecehan seksual. Juga menjaga derajatnya sebagai wanita yang terhormat. Di dalam Alquran sendiri, hal ini telah di bahas oleh Allah subhanahu wa taala yang berbunyi: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31).
            Walaupun permasalahan aurat ini mencakup pria dan wanita, tetapi dalam ayat ini dengan khusus ditujukan kepada kaum wanita, karena berbicara soal aurat adalah suatu masalah yang amat berat bagi wanita dibanding dengan laki-laki. Kemudian kalau kita perhatikan perintah-perintah dalam ayat itu, kita mengetahui bahwa perintah yang pertama sekali diimbau ialah menahan pandangan atau memejamkan mata, kemudian setelah itu memelihara kehormatan. Hal ini dikarenakan biasanya orang yang dapat memelihara pandangannya dapat pula memelihara kehormatannya (faraj-nya).
            Dengan demikian, wanita dan pria wajib menutup auratnya dengan sebaik-baiknya, dengan catatan bahwa karakteristik cara penutupan aurat tersebut berdasarkan syariat Islam. Seperti yang difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia: pertama, pakaian menutup aurat bagi wanita yang dewasa adalah yang menutupi seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan. Kedua, kain yang dapat dijadikan pentutup aurat wanita adalah kain yang tidak titis (transparan) yang tidak menampakkan warna kulit tubuh pemakainya. Ketiga, pakaian tipis (transparan) menampakkan warna kulit tubuh pemakainya, adalah tidak menutup aurat dan haram memakainya. Pakaian yang tebal dengan model yang sempit menggunakan lekuk-lekuk bentuk tubuh adalah haram memakainya karena mengundang fitnah.
Menurut hukum Islam fungsi utama pakaian adalah untuk mentutup aurat, maka kepentingan lainnya menyangkut pakaian seperti untuk keindahan hiasan, dan berbagai model yang melanggar fungsi utama pakaian tersebut tidak dibenarkan dalam hukum Islam (haram). (Ditetapkan, Medan, pada tanggal, 20 Syawwal 1421 H/15 Januari 2001 M).
Bagaimana mungkin Allah akan memberikan kebahagiaan kepada para makhluk-Nya, sedangkan makhluk-Nya sendiri tidak tunduk dan patuh terhadap ketentuan-Nya. Bagaimana mungkin kita akan merasakan kebahagiaan yang sejati jika masih selalu ingkar terhadap nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Bagaimana mungkin seorang hamba yang membuka auratnya akan diberikan kebahagiaan oleh Allah, sementara ia tidak patuh dan tunduk kepada-Nya dan mengingkari nikmat yang diberikan Allah kepadanya.
Oleh karena itu, sangatlah penting bagi kita untuk memahami, merenungkan dan dapat pula mengamalkan ajaran agama Islam tentang tata cara berpakaian yang baik dan benar. Jangan sampai apa yang kita pakai dan perbuat menjadi sesuatu yang berdampak negatif bagi perkembangan hidup sekitar kita. Sebab, hidup bukan hanya sekedar menumpang mandi dan tidur, tetapi bagaimana kita dapat memberi manfaat bagi kehidupan selanjutnya.

Komentar