(foto; google)
Dalam kehidupan ini, semua orang tidak akan
terlepas dari berbagai bentuk cobaan. Baik itu cobaan yang besar maupun
cobaan yang kecil, cobaan dalam bentuk kebaikan, atau malah keburukan.
Namun Apapun bentuk cobaan itu, hendaklah dibarengi dengan sikap husnuzan,
yaitu selalu berbaik sangka kepada apa yang telah diberikan Allah. Sebab,
Rasulullah saw. pernah
bersabda “Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah mendapat kebaikan, maka
akan diberi cobaan.” (HR. Bukhari).
Dengan
demikian, cobaan bukanlah sebuah keburukan yang perlu ditakuti, tetapi jembatan yang dapat menghubungkan manusia
dengan kebaikan. Berbagai
persoalan yang dihadapi manusia dapat menimbulkan efek yang bervariasi. Ada yang menghadapinya dengan tenang
dan ikhlas, tetapi tidak jarang kita menemui begitu banyak orang yang
menghadapi persolan hidup dengan keputusasaan. Sehingga hidup yang semula
sangat menyenangkan dan
membahagiakan, berbalik menjadi kekecewaan yang tak berkesudahan.
Manakala
seseorang berhasil melepaskan diri dari cobaan dan ujian, maka bermacam-macam
ekspresi yang mereka tunjukkan. Ada yang bersyukur
kepada Allah dan mengapresiasikan rasa syukur itu
dalam bentuk perbuatan, misalnya bersedekah, berinfak, dan sebagainya. Tetapi
ada juga yang mengeklaim bahwa apa yang ia dapatkan berkat kepintaran serta
usaha yang telah dilakukannya dengan menafikan pertolongan yang telah diberikan
oleh Allah subhanahu wa taala.
Hal yang
demikian itu sama seperti yang telah dikatakan oleh Allah subhanahu wa taala
dalam Alquran surah Hud yang berbunyi : “Jika kami berikan kepada manusia
suatu rahmat (nikmat), lalu kenikmatan itu kami cabut, pasti dia menjadi putus
asa dan ingkar. Dan jika kami berikan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana
yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: Telah hilang bencana-bencana itu
dari diriku, dia sangat gembira dan membanggankan diri.” (QS. Hud : 9-10).
Sudah
menjadi watak dan kebiasaan manusia, bahwa semua cobaan dan ujian yang berat
serta menyusahkan menjadikan manusia ingat akan dirinya adalah makhluk Allah.
Namun, apabila Allah memberikan cobaan berupa kenikmatan, mereka lupa diri
bahkan tidak menganggap kenikmatan yang diberikan oleh Allah itu bukanlah
sebuah cobaan. Padahal sebenarnya, segala sesuatu yang terjadi pada diri
manusia baik itu yang menyusahkan ataupun menyenangkan, merupakan bentuk dari
ujian dari Allah subhanahu wa taala. Tapi terkadang manusia lupa akan hal itu.
“Adapun
manusia, bila
Tuhan mengujinya dengan diberi kemuliaan dan kesenangan, maka dia
berkata,”Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun apabila Tuhannya mengujinya lalu
membatasi rezekinya maka diapun berkata: “Tuhanku menghinaku.”(QS. Al Fajr : 15-16).
Apabila
manusia memahami bahwa cobaan yang datang dari Allah subhanahu wa taala
diterima dengan ikhlas dan diartikan pula sebagai anugerah, maka ia akan
menerimanya tidak dengan hati sedih, bahkan akan menjadi sesuatu yang sangat
ringan. Allah subhanahu wa taala memberi cobaan kepada para hamba-Nya, bukan
berarti Allah membencinya, melainkan Allah menunjukkan kasih sayang dengan memperhatikan
hamba yang diberi cobaan tersebut.
Salah
satu solusi yang sangat ampuh untuk menghadapi segala macam cobaan yang
diberikan oleh Allah kepada kita ialah dengan menanamkan sikap sabar. Sabar
terhadap cobaan yang buruk, dan sukur terhadap cobaan yang baik. Dengan begitu,
hidup akan terasa indah untuk di jalani. Rasulullah saw. bersabda: “Jika
seseorang mendapat kenikmatan ia bersukur, maka sukur itu lebih baik baginya.
Apabila mendapat kesusahan ia bersabar, maka kesabaran itu lebih baik baginya”.
Ketidaksadaran
manusia terhadap keterbatasan ilmu yang dimilikinya menjadi musuh bagi dirinya
sendiri apabila dia tidak bisa mengartikan sebuah cobaan yang diberikan Allah.
Seseorang menyangka ketika dia mendapat cobaan yang berat, itu berarti Allah
membencinya. Apabila manusia telah berupaya dengan semaksimal mungkin namun
tetap juga gagal, hendaklah dia bersabar dengan hal itu, karena sebagai seorang
mukmin, dia diperintahkan untuk mengambil hikmah disetiap kejadian yang di
alaminya.
Syeikh
Ahmad Athaillah mengungkapkan kalimat hikmah di dalam kitabnya Al-hikam, “kullu
syai’in fihi hikmah”, segala sesuatu itu pasti mempunyai hikmah di
dalamnya. Sebagai contoh, ketika seseorang batal berangkat ke Jakarta dengan
menaiki pesawat terbang dikarenakan tiketnya tertinggal di rumah. Alangkah
kesal ia rasakan, padahal ada bisnis penting yang wajib untuk dikerjakannya.
Tetapi beberapa waktu kemudian terdengar berita bahwa pesawat yang tidak jadi
dinaikinya tersebut meledak, dan tidak ada satu penumpangpun yang selamat.
Setelah
kejadian itu, barulah dia sadar bahwa ternyata Allah masih menyayanginya.
Firman Allah : “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu.
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 216).
Begitu
juga apabila kita berdoa kepada Allah, setelah sekian lama namun tetap tidak
ada hasilnya. Bukan berarti Allah tidak mengabulkan doa tersebut, tetapi Allah menggantikan itu kepada hal yang lain. Atau malah ada kesalahan
terhadap diri kita, sehingga doa kita tidak dikabulkan oleh Allah subhanahu wa
taala. “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Ghaafir : 60).
Menurut
Syeikh Ahmad Athaillah As Sakandari, ada enam syarat agar diterimanya doa oleh
Allah subhanahu wa taala. Berdoa dengan sepenuh hati dan bersifat
tulus, bersih dari dosa-dosa yang menghambat lancarnya doa, memulai doa dengan
hamdalah dan mengakhirinya dengan “Subhana Rabbika Rabbil Izzati Amma
yasifun wa salamun alal mursalin walhamdu lillahi Rabbil ‘Alamin, penuh
harapan agar doanya dikabulkan oleh Allah subhanahu wa taala, tidak
tergesa-gesa mengucapkan kalimat doa, dan terakhir menanti dengan sabar,
sehingga Allah mengabulkan doanya.
Beliau
juga mengatakan bahwa apabila doa seseorang belum terkabul di masa hidupnya,
maka doa itu akan dipetik hasilnya di alam akhirat, atau akan menjadi sebab
diampuninya dosa-dosa seorang hamba. Maka apabila doa kita belum dikabulkan,
janganlah meragukan janji Allah, melainkan cobalah untuk mengintrospeksi diri,
mungkin masih banyak kesalahan yang kita perbuat sehingga doa kita belum
dikabulkan.
Marilah
kita menyimak kalimat hikmah berikut “Janganlah menjadikan seseorang ragu
terhadap janji Allah, sebab belum terpenuhinya janji tersebut, walaupun pada
saat yang sangat diperlukan. Karena meragukan janji Allah, akan menjadi sebab
si hamba menjadi redup iman dan penglihatan mata hatinya, dan memadamkan cahaya
jiwanya.”
Meskipun
tidak mudah untuk menerapkan sikap sabar di dalam kehidupan, namun semua orang
memerlukan sikap ini, agar bisa mendapatkan kesuksesan. Kita mungkin tidak akan
megenal lampu pijar, dan tidak bisa menikmati cahaya di malam hari apabila
seorang Thomas Alva Edison tidak pernah sabar dalam meneliti penemuannya, dalam
sejarah diungkapkan hampir seribu kali dia gagal dalam melakukan percobaannya,
namun dengan kesabaran dan ketekunan yang tinggi, akhirnya kita bisa menikmati
hasil kerjanya sekarang. Alangkah terkejutnya kita, apabila mendengar sejarah
hidup orang Amerika kelahiran 1847 ini, diberhentikan dari sekolah karena si
guru menganggap beliau orang yang sangat dungu. Namun sikap sabar dan tekun
yang diterapkannya dalam kehidupan, membuat dia dikenal dunia. (Michael H. Hart. The 100, a Ranking of the
Most Influential Persons in History).
Kesimpulan
Setiap manusia,
tidak akan pernah terlepas dari berbagai macam cobaan, namun tergantung kepada
individu itu sendiri bagaimana mengatasi cobaan tersebut. Salah satunya dengan
menerapkan sikap ikhtiar, sabar, ikhlas dan jangan lupa banyak berdoa. Semuanya
itu bisa tercapai mestilah dengan tekat yang kuat, agar kita semua bisa menjadi
orang-orang yang sukses di dunia maupun di akhirat.
Setiap
tarikan napas yang
diembuskan, di dalamnya ada ketentuan Allah. Jangan kosongkan hati dari
mengingat Allah, sebab akan dapat memutuskan muraqabah anda dari
hadirat-Nya. Jangan heran karena terjadinya hal-hal yang dapat mengeruhkan
jiwa, karena itu sudah menjadi sifat dunia selama anda berada di dalamnya.
Komentar