PEMANFAATAN LITERASI DALAM PENCAPAIAN PEMBELAJARAN KELAS BAHASA



            Saya merupakan guru Bahasa Indonesia di SMA Maitreyawira Batam. Awal mengajar pada tahun 2014 menjadi guru Agama Islam di SD Islam Plus Al-Wafa, merangkap sebagai guru olahraga. Memang sepintas terlihat membingungkan, namun begitulah adanya. Berbekal sarjana agama yang saya dapatkan dari salah satu sekolah tinggi di Sumatra Utara, saya langsung merantau ke Pulau Batam. Lalu bertemu dengan teman-teman dan menjadi tenaga pendidik. Namun berselang beberapa tahun, saya pindah ke sekolah SMA Maitreyawira Batam dan mengajar Bahasa Indonesia. Karena saya senang menulis, banyak tulisan saya yang masuk di Media Massa dan menjadi bekal saya mengajar Bahasa Indonesia.

            Tahun pertama mengajar sangat canggung. Sebab, baru kali ini mengajar bidang studi Indonesia. Lalu, saya ditunjuk untuk menjadi wali kelas XI Bahasa. Awal mula mengajar terasa tidak ada koneksi antara saya dan siswa, lalu saya coba mencari tahu di titik mana kesalahannya. Ketika ulangan, mereka hamper separuh remedial. Bahkan, banyak yang tidak memahami materi pelajaran (waktu itu masih menggunakan metode ceramah dengan bantuan slide infokus). Ternyata, mereka banyak yang tidak paham dengan materi yang saya ajarkan, namun malu atau takut untuk bertanya. Saya memutuskan untuk belajar beberapa metode baru ketika pembelajaran. Salah satu metode yang saya gunakan adalah permainan. Pada awalnya terasa canggung, namun lambat laun para siswa menyukai metode tersebut dan satu semester itu saya gunakan metode tersebut untuk mengajar.

            Beberapa permainan yang saya lakukan adalah TTS (Teka Teki Silang), Puzzle (Menyusun Gambar), Menyusun Kata, dan dengan bantuan internet seperti kahoots, hangman,dan google clas room. Jujur saja ini menjadi sesuatu yang baru bagi saya, karena butuh waktu untuk belajar kembali dan berdiskusi dengan beberapa guru dalam metode pengajaran tersebut. Tapi, ada beberapa kendala saya ketika melaksanakan kegiatan ini. Pertama, tidak sesuainya kegiatan dengan RPP (Rencana Proses Pembelajaran). Hal ini menjadi momok bagi saya, karena bisa saja sewaktu-waktu kepala sekolah atau pengawas hadir di kelas saya, namun kegiatan di kelas tidak sesuai dengan RPP yang seharusnya. Kedua, kurangnya literasi siswa dalam hal membaca. Sering kali terjadi miss komunikasi ketika beberapa pertanyaan seputar sastrawan, buku dan pengetahuan umum yang saya tanyakan mereka tidak bisa menjawabnya. Seperti contoh, siapa itu Khairil Anwar? Siapa penulis puisi “Aku”? Apa judul buku Buya Hamka? Bahkan banyak yang tidak mengetahui apa itu buku Laskar Pelangi.

            Hal ini membuat saya tertantang untuk mengajak mereka mencintai buku. Seiring dengan gaung literasi di Indonesia, saya mencoba mengenalkan buku pada mereka. Saya sejenak berpikir, kenapa perpustakaan tidak berfungsi di sekolah saya. Alasannya adalah, perpustakaan berada di lantai 5, sedangkan kami melakukan kegiatan belajar-mengajar berada pada lantai 2 dan 3. Saya tak habis pikir, kenapa bisa sekolah yang begitu besar dengan fasilitas yang bagus tidak merencanakan dengan matang perpustakaannya. Namun, itu semua tak menjadi kendala bagi saya, saya meminjam beberapa jenis buku ke perpustakaan, lalu membawanya ke dalam kelas setiap kali saya mengajar.

            Seyogiyanya, sekolah harus menyediakan pojok literasi di setiap kelas. Tapi, tidak dengan sekolahku. Namun saya tak patah semangat, dengan bantuan beberapa siswa, buku-buku itu kami gotong bersama-sama ketika ada jadwal pembelajaran di kelas. Saya memberikan mereka waktu 15 menit untuk membaca buku yang mereka sukai. Boleh komik, novel, cerpen, nonfiksi, dan lain sebagainya. Alhamdulillah, mereka sekarang mencintai membaca, bahkan telah lahir beberapa karya siswa-siswiku yang menang lomba di tingkat provinsi, mendapat endorsement dari penulis best seller seperti Ahmad Fuadi dan Asma Nadia, serta buku tersebut laris dibeli di kalangan sekolah. Hal ini menjadi motivasi di beberapa guru untuk menulis dan menghasilkan buku, termasuk kepala sekolahku.

            Saya ingin memberikan contoh yang baik terhadap siswa-siswiku. Alangkah baiknya saya memiliki buku agar mereka bisa menjadikan saya contoh bagi mereka. Sampai sekarang, saya memenangkan beberapa even nasional dan provinsi dan menjadi fasilitator literasi baca-tulis untuk regional Sumatra. Saya mengabdikan diri untuk negara dengan cara memberikan pelatihan gratis di seluruh pelosok tanah air. Alhamdulillah, kegiatan ini sampai sekarang masih berjalan dan mendapat respon positif khususnya di daerah saya, Kepulauan Riau.

            Sekarang, banyak hal yang perlu saya pelajari dalam strategi mengajar di kelas. Karena saya yakin, saya harus menjadi guru pembelajar. Bukan hanya bisa mengajar di kelas, tapi juga belajar di luar kelas. Saya meyakini memiliki potensi yang baik di bidang ini (guru). Maka dari itu, saya berharap bisa mengikuti kegiatan ini dengan tujuan bisa menularkan ilmu yang saya dapat di kelas, sekolah, Batam, Kepulauan Riau, bahkan di Indonesia.


Komentar