PERAN PEMUDA DALAM KEPEDULIAN SOSIAL DAN PENERAPAN FILANTROPI DI IDONESIA UNTUK MENYONGSONG BONUS DEMOGRAFI TAHUN 2030


A.    Tapak Tilas Janji Pemuda Indonesia

            Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kugoncangkan dunia. (Ir. Soekarno). Sebuah kutipan motivasi yang diucapkan Bung Karno tentang pemuda mengundang pertanyaan di benak kita. Bagaimana mungkin hanya dengan 10 pemuda bisa menggoncangkan dunia? Inilah pesan dari Sang Pelopor Indonesia, bahwa negara kita tidak perlu orang-orang yang banyak mengkritik tapi tak mau membuat perubahan. Indonesia saat ini butuh orang-orang yang berkualitas yang tidak banyak bicara, tapi banyak bekerja. Karena peran pemuda berpengaruh besar terhadap perkembangan dan kemajuan Indonesia untuk membawa nama bangsa ini ke depan pintu gerbang internasional.

            Pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda Indonesia telah mengikrarkan Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda merupakan sumpah bagi tegaknya persatuan dan kesatuan Indonesia. Sumpah Pemuda terbukti mampu menyatukan rakyat yang tersebar luas dan tercerai-berai akibat politik adu domba yang dilakukan penjajah Belanda. Oleh karena itu, Sumpah Pemuda dapat dikatakan sebagai perekat persatuan bangsa.[1]

            Sumpah yang diikrarkan para pemuda pada waktu itu bukan hanya untuk mereka. Melainkan, untuk setiap daging dan tulang yang tumbuh, setiap darah yang mengalir, setiap nafas yang menderu menjadi amanah yang harus dipikul para pemuda di Indonesia sampai saat ini. Para pemuda wajib menjunjung tinggi dan melaksanakan Sumpah Pemuda.

            Pada tahun 2030, menurut perkiraan, Indonesia akan mencapai puncak populasi usia produktif, yaitu 70% dari total penduduk. Peran 84 juta millennials tersebut akan menjai lebih signifikan lagi dalam perekonomian Indonesia dan akan menciptakan nilai ekonomi bagi negara lainnya.[2] Sebagai perbandingan, Jepang mengalami bonus demografi pada 1950-an. Berkat sumber daya manusia yang berkualitas, pada 1970-an Jepang menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke-3 di dunia. Saat itu Indonesia mengalami bonus demografi yang sama dengan Jepang tahun 1950-an. Hal ini menjadi keuntungan ataupun beban bagi Indonesia. Jika kualitas sumber daya manusia kita tidak bisa berkontribusi, bonus demografi ini bisa menjadi beban bagi Indonesia. Sebaliknya, kalau kualitas millennials bagus, ekonomi Indonesia akan menjadi bagus pula.[3]

            Kembali lagi pemuda memiliki peluang besar untuk memanfaatkan bonus demografi tersebut sebagai momentum kebangkitan pemuda di Indonesia. Bukan hanya sekadar kata-kata, pemuda hendaknya menjadi contoh yang baik bagi generasi selanjutnya. Seperti kata pepatah bijak, verba docent sed exempla trahunt, artinya kata-kata itu mengajar, tetapi contoh dan teladan itu berdaya meyakinkan dan meneguhkan untuk kehidupan.[4] Jika bukan pemuda, lantas siapa lagi yang kita harapkan membawa kemudi negara ini untuk menjadi contoh ke arah yang lebih baik.

 

B.       Peran Pemuda Indonesia dalam Menyongsong Bonus Demografi Tahun 2030

            Tan Malaka pernah mengatakan bahwa, “Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.” Ucapan Tan Malaka ini mensinyalir kepada para pemuda untuk tidak mementingkan diri sendiri dan apatis terhadap kehidupan bangsa. Sayangnya, kecenderungan pemuda zaman sekarang banyak yang tidak peduli terhadap kaum proletariat, sehingga yang kaya akan semakin kaya, yang miskin semakin melarat. Padahal, kesuksesan seorang pemuda, tergantung seberapa banyak ia bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Karena suskes adalah sebuah jalan yang dibuat oleh mereka-mereka yang berketepatan untuk sukses melalui sikap dan perilaku positif yang ditampilkan dalam menjalanai kehidupan dan mewujudkan apa yang diharapkan.[5]

            Peran pemuda sangat dibutuhkan untuk menyuarakan aspirasi dan jeritan masyarakat, terutama kaum proletar. Karena mereka merasakan langsung dampak kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Pemuda harus membangun empati di dalam dirinya. Karena, kemampuan berempati bersumber dari kepekaan perasaan terhadap sesuatu, seseorang, atau kejadian. Potensi ini bisa tumbuh subur atau sebaliknya mati layu tergantung situasi sekitarnya.[6] Kembali lagi, peran pemuda dibutuhkan untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa kita dengan cara lebih menggalakkan kepedulian sosial.

            Seharusnya, gaung bonus demografi yang akan hadir pada tahun 2030 menjadikan pemuda di Indonesia menyadari, bahwa para pemuda diharapkan untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa ini di kancah internasional. Sebab siapa lagi yang akan diharapkan oleh tanah air jika bukan para pemuda. Pemudalah yang mampu berpikir kritis, aktif, kreatif, dinamis, dan fisioner dalam memajukan Indonesia. Maka mari kita melihat peluang bonus demografi ini sebagai acuan untuk menyusun rencana bagaimana sikap pemuda dalam menghadapi kemajuan zaman, sehingga bisa membanggakan nama Indonesia.  

            Peran pemuda dalam kepedulian sosial serta menebarkan cinta kasih terhadap sesama dapat diwujudkan dengan melakukan pengabdian ke masyarakat, terutama wilayah yang masih terdepan, terluar dan tertinggal. Pengabdian ini bersifat berkelanjutan. Sebab, jika hanya sebagai tugas praktik dari kampus, organisasi, perusahanaan dan sebagainya, maka hal ini tidak akan maksimal. Niat yang tulus dibangun dalam diri akan semakin terarah dan tulus dibandingkan dengan tugas yang memang merupakan tanggung jawab dari kampus atau perusahaan. Sebagai pemuda yang baik, pengabdian masyarakat harus dilandasi dengan ketulusan yang memang tertanam di dalam hati ingin mengabdi bagi negara.

            Pemerintah juga seyogiyanya memberikan dukungan kepada pemuda yang memang ingin mengabdikan dirinya terhadap masyarakat. Karena, tidak mudah untuk mencari bibit-bibit unggul yang mau membangun peradaban Indonesia ke daerah-daerah terpencil. Setidaknya, beri pemuda penghargaan dalam berbagai bentuk, agar mereka juga merasa dihargai dan dianggap salah satu pejuang di negara ini. Generasi muda saat sekarang ini sangat berpengaruh terhadap perubahan di Indonesia, karena mereka memiliki banyak sekali kreativitas. Di dalam benaknya, tersimpan banyak sekali gagasan, termasuk yang paling liar sekalipun, kritis, dengan kemampuan connecting the dots yang begitu luwes.[7]

             

C.      Kontemplasi

            PR negeri ini sangat banyak. Kita tidak bisa mengerjakannya hanya dalam satu malam. Butuh banyak uluran tangan dan semangat yang antusias dalam mengemban amanah yang begitu berat. Namun, nasib negara kita ini bisa berubah di tangan para pemuda yang memang ingin memanjukan Indonesia. Salah satunya dengan cara mengabdikan diri. Satu hal yang menjadi pokok penting di dalam kemajuan bangsa ini adalah, perlu adanya pemuda yang mencerminkan kepedulian sosial, menyebarkan cinta kasih, serta bertekad kuat dalam membangun peradaban. Sebab, sosok pemuda yang peduli, akan melahirkan generasi-generasi yang mencintai negaranya sendiri.

            Bonus demografi bukan hanya sekadar sinyal yang memancarkan secercah harapan bagi bangsa ini, melainkan sebagai alarm bagi para pemuda untuk dapat mempertajam dan meningkatkan kompetensi diri. Bangsa ini butuh para pemuda yang berjiwa sosial dan cinta kasih, agar terciptanya masa depan negara yang sejahtera, adil dan makmur. “Masa depan” ibarat perjalanan menuju pulau impian. Untuk mencapainya upaya kita harus terarah seperti kita menatap cakrawala. Sekretaris Jenderal PBB (1953-1961) Dag Hammarskjold pernah mengingatkan, “He who keeps his eye fixed on the far horizon will find his right road. (Dia yang menatap cakrawala di kejauhan adalah yang akan menemukan jalan kebenaran).

            Implikasi dan maknanya adalah bahwa masa depan yang kita tuju harus punya arah dan visi yang jelas. Masa depan kita akan dikelola oleh anak dan remaja (pemuda) yang saat ini sedang tumbuh dan berkembang. Mereka akan mulai berperan dalam kancah kehidupan pada 15-20 tahun yang akan datang. Dengan demikian, upaya pengembangan generasi penerus harus punya arah dan visi yang jelas agar para calon pemimpin kita itu mampu menjalanakan tugasnya sebagaimana diamanatkan UUD 1945.[8]

            Pemuda yang peduli terhadap lingkungannya adalah pemuda yang ingin membangun negara ini dengan sikap filantropi yang tertanam di dalam dirinya. Jika pemuda bisa menjembatani pemerintah dengan keadaan bangsa ini, niscaya permasalahan bangsa ini akan mudah diatasai. Terlebih, peran aktif pemuda membuat perubahan besar terhadap generasi selanjutnya.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

            Andy, Kick. Heroes, Para Pahlawan Pilihan, Bentang Pustakan, 2011.

          Antoro, Billy. Modul Literasi Baca-Tulis di Sekolah. Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2019

            I. Rilantono, Lily. Menyalakan Api. Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, Jakarta Selatan, 2009.

            Kasali, Rhenald. Strawberry Generation, Mizan Media Utama, Bandung, 2017.

            Muwafik, Akh. Saleh. Belajar dengan Hati Nurani. Penerbit Erlangga, 2011.

            Sebastian, Yoris. Dilla Amran & Youth Lab Generasi Langgas, Gagas Media, Ciganjur, 2016

            Subiyanto, Paul. Mendidik dengan Hati, Elex Media Komputindo, 2004.

            Suryana, Yana, Yudi Suparyanto, Khilya Fa’izia, Novia Itariyani. Ensiklopedia Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Cempaka Putih, Klaten 2014.

          Yasir, Muhammad. 450 Kata Motivasi Dosis Tinggi, Khalifa, 2009

 


 

BIODATA

Al Hilal, S.Pd.I tinggal di Bengkong Sadai, Blok I-2 No. 14 Batam, Kepulauan Riau. Penulis aktif di media sosial dengan nama akun instagram @abuazzamelhilaly dan @alhilal_siagian. Facebook @Abu Azzam Abdillah, twitter @SiagianHilal dan e-mail: alhilalsiagian@gmail.com dan nomor gawai; 0852-7850-7967.

Pendidikan D-III (Pendidikan Tinggi Kader Ulama, Majelis Ulama Indonesia, Prov. Sumatra Utara). S-1 (Pendidikan Agama Islam-Sekolah Tinggi Agama Islam Sumatera-Medan).

Menjadi penulis di koran Kompas, Mimbar Umum, Analisa, Medan Bisnis, Bulletin Ulul Al-Bab UIN-SU, Bulletin Az-Zikra, dan Majalah Tamadun. Memiliki beberapa buku seperti Cinta di Sepotong Telur Dadar, Zawata Afnan, Once Upon a Time, Pada Malam-malam Panjang, dll.

 



[1] Yana Suryana, Yudi Suparyanto, Khilya Fa’izia, Novia Itariyani. Ensiklopedia Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Cempaka Putih, Klaten 2014, halaman 18

[2] Yoris Sebastian, Generasi Langgas, Gagas Media, Ciganjur, 2016, halaman 7.

[3] Ibid.,

[4] Kick Andy, Heroes, Para Pahlawan Piliihan, Bentang Pustakan, 2011, halaman xxii.

[5] Akh. Muwafik Saleh. Belajar dengan Hati Nurani. Penerbit Erlangga, 2011, halaman 11.

[6] Paul Subiyanto, Mendidik dengan Hati, Elex Media Komputindo, 2004, halaman 90.

[7] Rhenald Kasali, Strawberry Generation, Mizan Media Utama, Bandung, 2017, halaman 237.

[8] Lily I. Rilantono, Menyalakan Api. Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, Jakarta Selatan, 2009, halaman 18


Komentar