"Dulu murid takut sekali kepada guru,
sekarang kadang-kadang malah murid yang marahi guru." (Yusuf Kalla)[1]
Ungkapan di atas disampaikan oleh mantan Wakil Presiden
Yusuf Kalla di Kantor Wakil
Presiden RI, 2018 Silam. Memang benar adanya, dulu kantor guru merupakan tempat yang
paling angker, bahkan lebih seram dari kuburan. Jangankan ingin masuk ke dalam
kantor, lewat di depan kantor guru saja sudah ketakutan, apalagi kalau sampai ada
guru yang memanggil siswa ke dalam kantor, urusannya pasti bakalan panjang.
Berbeda halnya dengan sekarang, di era yang sangat modern
ini, agaknya etika perlahan tergerus oleh pola pikir yang semakin instan.
Jangankan untuk lewat di depan kantor, bahkan duduk dan makan di meja guru itu
sudah hal yang maklum, bahkan seolah menjadi kebiasaan yang tidak ada tabunya
lagi di lingkungan sekolah. Pertanyaannya adalah, apakah kemodernan zaman
menggerus etika, atau pola pikir remaja zaman sekarang yang memang sudah
semakin merosot?
Penulis sendiri adalah seorang guru. Dulu, dalam keadaan
apapun, kita selalu menghindari berpapasan dengan guru, kalau bisa jangan
sampai ditegur oleh guru, kalau tidak bisa panjang permasalahannya. Dulu, jika
ada permasalahan nilai, etika yang menyangkut tentang siswa, sebaiknya berita
tersebut jangan sampai ke telinga orang tua, jika itu terjadi, maka akan
mendapat dua kali hukuman, di sekolah dan di rumah. Sekarang, sudah banyak
contoh kasus siswa yang berhasil menggulingkan gurunya dari ruang kelas ke
ruang tahanan. Sekali lagi, apakah ini efek dari kemodernan zaman, atau memang
pola pikir remaja yang semakin bobrok?
Penulis sendiri adalah seorang guru Sekolah Menengah Atas
(SMA). Hal pertama kali membuat penulis terkejut ketika menjadi guru adalah,
saat salah seorang siswa duduk dan makan di atas meja penulis. Tidak hanya
sampai di situ, ketika penulis menghampiri siswa tersebut, dia hanya tersenyum
dan mengatakan, numpang ya, Pak. Sambil melanjutkan makanannya dan berbincang
dengan teman sebayanya.
Jika kita merunut masalah etika, maka secara devinisi
etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral.[2]
Artinya, di sini ada yang bertanggung jawab terhadap perbuatan tersebut, selaku
guru, maka saya juga merasa berkewajiban dalam memperbaiki itu semua. Maka saya
coba bernegosiasi dengan siswa tersebut dan mencoba membawa masalah ini ke arah
yang lebih serius (kepala sekolah).
Lalu, timbullah sebuah statement dari salah
seorang guru bahwa hal yang demikian sudah maklum dan wajar terjadi, mengingat
saat ini siswa bukan hanya sebagai murid, tapi juga sebagai seorang rekan dalam
mengajar, alasannya karena perbedaan zaman. Namun ternyata, sebagian guru
mengizinkan atau menyetujui hal itu dan terjadilah setiap hari secara massal
para murid berbondong-bondong ke ruang guru ketika jam istirahat atau sepulang
sekolah.
Penulis sendiri merasa kesopanan itu tidak ada hubungannya
dengan zaman. Etika, tetap harus dijaga ketika berhadapan dengan yang lebih
tua. Penulis menyadari, beberapa hal saat ini bisa digantikan dengan teknologi,
seperti mengirim surat tak lagi menggunakan kertas, namun diganti dengan surel
(surat elektronik) dan lain sebagainya.
Namun, untuk hal-hal tertentu seperti etika tidak bisa digantikan, salah
satunya etika siswa di ruang guru.
[1] Moh Nadlir, Kompas.com dengan judul "Jusuf Kalla:
Dulu Murid Takut Sama Guru, Sekarang Murid Marahi Guru", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/13/20320361/jusuf-kalla-dulu-murid-takut-sama-guru sekarang-murid-marahi-guru.
[2] KBBI V, eti.ka/etika/
Komentar