sumber gambar; hot.liputan6.com
PENYESALAN
Penulis; Charmene Ng (dikutip dari buku Pena Pengambar)
Setiap
kali mendengar suara rintik hujan, ujung-ujungnya aku akan selalu terdampar
kembali ke dalam kenangan masa lalu, masa lalu yang kulewatkan bersama para
sahabatku. Kenangan senang maupun sedih, itu semua adalah bagian dari hidupku.
Namun, inilah yang paling menyayat hati, kejadian menyedihkan di 3 tahun yang
lalu.
Teringat
bahwa sehari sebelum kejadian itu adalah hari kelulusan angkatan 17 SMA
Kusumajaya. Aku, Nadia, Kayla, Reza, dan Elisa sedang bersiap-siap untuk
menerima penghargaan sebagai murid teladan bidang non akademik tahun ajaran
2016-2017. Setelah menerima penghargaan dan mengucapkan serangkai ucapan
syukur, kami beserta beberapa siswa berprestasi lainnya menuruni panggung dan
kembali ke tempat duduk masing-masing.
Kami
menerima penghargaan sebagai murid berprestasi non akademik bidang olahraga
basket. Aku, Nadia, dan Reza adalah anggota dari tim basket putri SMA
Kusumajaya dan kami cukup banyak mengharumkan nama sekolah dalam pertandingan
bola basket putri. Kayla berprestasi di bidang musik, sedangkan Elisa dalam
bidang seni yaitu melukis.
Tanpa
kami sadari, waktu yang berjalan cepat telah membawa kami hingga pada akhir
acara kelulusan. Semua murid lulusan SMA Kusumajaya sedang berfoto ria dengan
anggota keluarga dan juga para sahabatnya yang hadir pada acara kelulusan
mereka. Hal yang sama juga terjadi pada kami berlima. Kami sedang asyik berpose
di balik layar kamera dalam rangka memperingati hari kelulusan kami.
“Satu,
dua, tiga!” Begitu ucap mamaku untuk yang kesekian kalinya. Setelah selesai
dengan acara berfoto ria, kami semua pun pulang. Dalam perjalanan pulang, aku
sesekali tersenyum mengingat besok adalah hari pertandingan basket dan hari
pertama dimana aku bermain dengan posisi sebagai kapten basket. Aku juga telah
berencana untuk menghabiskan waktu liburan bersama sahabatku dengan hal-hal
yang menyenangkan. Setelah liburan, kami semua akan terpisah demi menempuh
pendidikan yang lebih tinggi di kota yang berbeda-beda.
Sorenya,
aku menghabiskan waktu di kamarku sambil mendengarkan beberapa album terbaru
dari Ariana Grande, Lana Del Ray, dan juga BTS.
Ditengah kesibukan menikmati lagu, sebuah panggilan masuk dari Nadia
terpampang jelas di layar ponselku.
“Halo?
Udah kangen ya sama aku?” Begitu sapaku setelah mengangkat panggilannya.
“Dasar
kepedean!” Terdengar tawa Nadia dari seberang sana.
“Ada
apa nih?” tanyaku.
“Aku
mau bahas sama kamu masalah pertandingan besok. Aku pengen ganti posisi sama
kamu, boleh gak nih? Please deh Chel, pleaseee…,” rengek Nadia kepadaku.
Terdengar
jelas rengekannya seperti beberapa kali yang lalu. Nadia adalah sahabatku
semenjak kelas 5 SD, aku sudah kenal jelas sifatnya, jika keinginannya tidak
terpenuhi, dia akan marah. Tetapi, di sisi lain aku juga tidak ingin posisiku
sebagai kapten hilang begitu saja, lagi pula
Pak Afgan tidak akan mengizinkan aku untuk
mengganti posisi dengan Nadia.
Selain
itu, mama dan Alfi juga senang aku diberi posisi ini. Baiklah, untuk kali ini aku tidak akan mengalah, aku ingin membanggakan
mama dan Alfi, batinku. Aku harus menolaknya.
“Halo?
Chel? Kamu maukan?” Suara Nadia membuyarkan lamunanku.
“Hah?
Oh iya, sorry, Nad, aku gak mau ganti.” Tegasku padanya.
“Oh,
ya udah gak papa.”
TUT…TUT…TUT…
sambungan terputus setelah itu. Aku tidak peduli kali ini, aku akan menampilkan
skill terbaikku besok. Bisa kuyakini
Nadia sedang kesal padaku, bahkan ngambek. Biar saja, semoga beberapa hari ke depannya
dia sudah baik-baik saja.
Keesokan
harinya, lapangan basket SMA Kusumajaya sudah dipenuhi suara sorakkan meriah
para penonton. Para pemain dari SMA Kusumajaya sudah siap melaksanakan
pertandingan, begitu juga dengan pemain dari SMA Mojokerto. Mereka semua tampak
semangat untuk melaksanakan dan memenangkan pertandingan.
“Semua
sudah lengkap?” Tanyaku pada Reza untuk memastikan jumlah pemain. Mataku
bergerak menghitung semua jumlah pemain dalam tim.
“Nadia
dimana?” Ucapku ketika merasa kekurangan salah satu anggota.
“Di
sana kayaknya Chel.” Tunjuk Reza yang pandangannya mulai tertuju ke salah satu
sisi di ujung lapangan. Tampak Nadia yang sedang berbincang dengan Pak Afgan.
Entah apa yang dibicarakan mereka, yang pasti Pak Afgan sepertinya sedang
menolak sesuatu yang ditawarkan Nadia. Rasanya aku seperti tahu apa yang sedang
dibicarakan oleh keduanya.
Tidak
lama, peluit pun dibunyikan, pertanda
pertandingan telah dimulai. Para pemain SMA Kusumajaya tampak aktif dan lincah
mencari celah dan menyelip. SMA Mojokerto juga tidak kalah bagus dengan
kemampuan stealnya yang pantas diberi
jempol. Aku berusaha merebut bola dan melakukan dribble sambil berlari secepat mungkin. Tidak butuh waktu lama, aku
sudah berada di bawah ring. Aku segera melakukan lay up dan 1 poin berhasil kucetak.
Menit
demi menit berlalu, permainan semakin menegangkan dimana 8 menit lagi akan
berakhir. SMA Kusumajaya mewakili dengan poin 20 dan SMA Mojokerto dengan poin
17. Tim lawan masih tampak semangat dan tidak putus asa, meski poin mereka saat
ini tertinggal. Pak Afgan terus menyemangati kami dari samping lapangan, begitu
juga dengan sorakkan siswa-siswi SMA Kusumaja.
Permainan
berlangsung baik dan lancar sampai ketika Nadia yang tiba-tiba tidak mau
memberi segala operan bola kepadaku. Aku pun kebingungan melihat sikapnya yang
berubah drastis. 3 menit terakhir, poin tim banding tim lawan adalah 23:22.
Bola yang sedang didribble oleh Nadia
gagal dijaganya, bola tersebut direbut oleh salah satu pemain dari tim lawan
dan mereka berhasil mencetak 1 poin.
2
menit terakhir keadaan pertandingan dari SMA Kusumajaya semakin memburuk. Poin
saat ini adalah 23:23. Aku berusaha keras merebut bola yang saat ini sedang
dioper kesana kemari oleh tim lawan. Berhasil, kali ini aku membawa pergi bola
dari salah satu pemain tim lawan. Mereka berusaha untuk merebut kembali bola
dariku. Disaat aku hendak memasukkan bola ke ring, tiba-tiba bolaku direbut
oleh Nadia.
Aku
keheranan melihat apa yang baru saja dia lakukan. Saat ini, aku hanya berdoa
agar Nadia bisa berhasil memasukkan bola ke ring dan nyatanya dia gagal. Bola
yang hendak dia masukkan meleset jauh dari ring, menimbulkan keheranan pada
para pemain. Peluit dibunyikan, kekalahan kini diperoleh oleh SMA Kusumajaya
setelah sepuluh kali berturut-turut pertandingan selalu dimenangkan oleh tim
putrinya. Perasaan sukacita terpapar jelas di wajah para pemain SMA Mojokerto,
mereka berpelukan sambil bersorak gembira.
Pertandingan
sudah selesai sejak 20 menit yang lalu. Sekarang, kami semua sedang berada di
dalam ruang istirahat pemain. Kami semua terdiam semenjak pertama kali
menapakkan kaki di ruangan ini. Sorot mata Pak Afgan kini dipenuhi rasa
kekecewaan terhadap kami. Tidak ada yang berani memulai percakapan, begitu juga
denganku.
“Apa
yang terjadi disaat dua menit terakhir?” Tanya Pak Afgan.
“Maaf
pak.” Sedikit ragu, akhirnya aku berbicara.
“Bukan
salahmu, jawab Nadia!” bentak Pak Afgan. Kami semua pun menunggu jawaban dari
Nadia, tetapi dia masih betah untuk diam.
“Kenapa
kamu diam, nak? Kenapa kamu merebut bola Chelsea?” Suara Pak Afgan kini naik
dua oktaf.
“Saya
ingin menunjukkan kemampuan saya dan menjadi kapten.” Jawab Nadia.
“Jika ingin menjadi kapten tunjukkan
kemampuanmu dengan cara yang benar dan adil, bukan seperti ini. Kamu lihat
kemampuan Chelsea? Siswa seperti dia baru pantas mendapatkan posisi seperti
ini.” Jelas Pak Afgan terus terang.
“Maaf
pak, sebelumnya terima kasih karena telah memberikan saya posisi sebagai
kapten. Tetapi jika tidak keberatan, saya boleh digantikan dengan Nadia pak.” Kata-kata
ini keluar dari mulutku tanpa kusadari. Aku tidak tega melihat Nadia yang
sedih, hal itu juga membuatku sedih secara tidak langsung.
“Gak
usah sok baik kamu, Chel.” Kalimat yang dikatakan oleh Nadia begitu menusuk
hati.
“Kamu
lihat Chelsea? Anggota seperti ini tidak pantas menjadi kapten.” Balas Pak
Afgan.
“Cukup
pak, saya tidak ingin ribut. Gantikan saja.” Perintahku.
“Senang
kamu Chel? Semua orang selalu bangga sama kamu, mendukung kamu. Sekarang kamu
mau ganti sama aku setelah aku dimarahi sama Pak Afgan, apa maksudmu? Semua
orang di sini sudah nganggap aku ini gak guna, buat apa kamu tukar posisi sama
aku?” Setetes air mata lolos dari mata Nadia.
Dia
berlari keluar dari ruangan dan keluar dari sekolah. Aku langsung berlari
mengejarnya, aku ingin menjelaskan kepadanya bahwa aku tidak bermaksud seperti
itu. Disaat aku hendak menyuruhnya untuk berhenti berlari, sebuah mobil yang
melaju tepat menabrak Nadia. Aku diam membisu menatap Nadia yang tertidur di
tengah aspal dipenuhi dengan bercak darah. Aku menangis sejadi-jadinya dan
berteriak meminta pertolongan.
Setelah
beberapa jam melakukan pertolongan darurat dan operasi, Nadia dinyatakan telah
meninggal dunia akibat benturan keras di kepalanya. Aku menyesal, sungguh
menyesal. Aku menyesal kenapa tidak aku berikan saja posisi sebagai kapten di
hari kelulusan. Jika aku memberikan posisi itu kepadanya, hal seperti ini tidak
akan terjadi. Sampai sekarang, aku masih menyesal dan sering menjenguknya di
makam, mendoakan segala yang terbaik untuknya di sana.
Komentar