THE ETERNAL HOUSEKEEPER
Michelle
Rumah orang Inggris yang mewah dan besar membutuhkan banyak
perawatan. Perawatan tersebut dilakukan oleh pembantu yang memiliki peran
masing-masing. Pembantu yang memiliki peran lebih tinggi dalam perawatan rumah
dinamakan house maid. Terdapat parlour maid, yang membersihkan daerah
umum yang dikunjungi tamu; chamber maid,
yang membersihkan serta merawat kamar tidur dan menyediakan air panas; laundry maid, yang bertugas dalam
mencuci, menjemur serta menyetrika pakaian semua orang dalam rumah; dan
lain-lain. Tentu saja dibutuhkan pemimpin yang mengawas semua itu, bukan? Nah,
pemimpin tersebut yaitu head house-maid,
yang merupakan senior house maid, itu
adalah tugasku di rumah ini.
Aku telah menjaga rumah ini selama 30 tahun, aku diberi
tugas sebagai head house-maid oleh
tuan rumah. Tugas ini kulaksanakan dengan baik untuk menunjukkan rasa syukurku
kepada tuan rumah yang telah menyelamatkanku.
Sayangnya, waktuku sudah tiba untuk pergi dari dunia ini,
namun tetap saja aku akan menjaga rumah ini. Tidak peduli tuan rumah sudah
meninggal serta mereka tidak dapat melihat wujudku di dalam rumah karena
sosokku sekarang bukan lagi tulang dan daging, namun hanya roh gentayangan, aku
akan tetap mengawasi mereka. Sebesar itulah cintaku kepada rumah ini.
***
“Dan itu kisahnya,” mendengar kisahnya sampai akhir, bocah
tersebut melirik teman-temannya yang telah mendengar cerita dari Liliam.
Ia adalah Carol, anak lelaki yang memiliki rambut pirang
ditemani mata birunya yang berkilau setelah mendengar cerita itu. Mereka sering
berbagi cerita tentang apapun sembari berkumpul di rumah seseorang. Dari anjing
milik Carol yang memakan kue kering miliknya hingga pengurus halaman di rumah
Renold tidak sengaja menggunting bonsai kesayangan adiknya. Hari ini, Liliam
bercerita kepada mereka tentang head
house-maid yang dulu ada di rumahnya, dimana neneknya percaya bahwa house-maid tersebut masih berada di
rumah tersebut dan menjaga mereka. Mereka memutuskan untuk tidur di rumah
Liliam.
Pastinya orang lain akan menganggap hal itu seram dan
mengkhawatirkan, namun menurut Carol hal itu cukup keren. Pembantu yang sangat
setia menjaga rumahnya walaupun sudah tiada, itu adalah hal yang patut
dikagumi!
“T-tunggu sebentar!” Teriak salah satu perempuan yang sedang
berada di dalam kamar itu, Shelly. “J-jangan-jangan… Hantunya ada di ruangan
ini?”
“Tidak mungkin, lagi pula
itu sudah sangat lama bukan? Tidak ada hantu yang bertahan selama itu,” Renold
menghela nafasnya, menaruh ponselnya di atas lemari kecil kayu yang terletak di
samping tempat tidur.
“Udah malam nih,
aku ngantuk,” ujarnya sambil menarik selimut di kasurnya. Ia berbaring dan
membelakangi mereka berdua dengan mengucapkan “Night[1]”
sebagai kata penutupnya hari itu.
“Renold benar, sebaiknya kalian tidur.” Anak sang pemilik
rumah berkata.
“Besok baru kita bercerita lagi, ya?” Liliam memberikan
senyuman kecil kepada Shelly sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka
berdua dari udara dingin malam.
Carol menggembungkan pipinya melihat teman-temannya. Namun
apa yang dikatakan Liliam benar, langit sudah gelap dan dihiasi berlian-berlian
berkilau seperti menyuruh mereka, anak-anak kecil untuk segera tidur. Ia berbaring
di kasurnya, menutup matanya dan mulai bermimpi.
***
“Aku dengar pemilik rumah ini sedang pergi.”
“Tunggu apa lagi, ayo kita masuk!”
Klik,
klik, klik. “Cepetan!” Krek…
“Bro, cuman ada barang-barang tua di sini!” Bisik salah satu pencuri
itu yang kemudian diketuk oleh pencuri yang lebih tinggi.
“Bego! Ini kan
barang-barang antik, bisa dijual dengan harga tinggi! Cepat ambil sebanyak
mungkin dan pergi!”
“Siap, bro!”
Sambil mengambil tempat lilin berwarna emas kecoklatan dan memasukkannya ke
dalam kantong hitam, mengambil vas-vas mahal yang terpajang di ruang tamu, apa
saja yang dilihat kedua pencuri itu, itulah yang mereka ambil. Sembari terkekeh
melihat keberhasilan mereka, bahkan mereka memutuskan untuk duduk di sofa empuk
yang terbuat dari kulit bagus itu. Mereka tidak memikirkan kemungkinan tuan rumah
pulang, hanya menikmati ‘hidup kaya sementara’ mereka.
Tuk. Secangkir teh hangat disajikan di depan meja pencuri.
Mengambil teh tersebut, pencuri A meminumnya sambil berkata, ”Makasih, bro. Mau tuang teh buat aku.”
“Lah, elo ngapain
minum teh? Emangnya siapa yang kasih, kok ga
kasih gua?” Balas pencuri B dengan
raut wajah kesal, terdapat sedikit nada heran dalam ucapannya.
Tuk. seperti aba-aba, muncul lagi secangkir teh hangat yang
disajikan kepada pencuri tersebut. Heran dengan fakta ini, mereka berdua
menatap cangkir tersebut dengan pencuri B menaruh cangkirnya di meja.
“Kok bisa ya?”
“Entah…” Setelah menatapnya untuk semenit, pencuri B meraih
kembali cangkirnya yang tadi.
“Mungkin ada yang sajikan ke kita?” Tanyanya sambil mencoba
meraih minumannya, namun yang dirasakannya hanya angin.
“Lah, mana teh aku?” Menoleh, seperti ada orang di sebelahnya
ia pun menemukan cangkirnya.
Melayang dan sedang diisi kembali dengan teh yang mengalir
dari poci keramik yang juga melayang.
“GYAAAA—“
***
“..Eh, merasa kemarin malam bising nggak?” Renold bertanya kepada teman-temannya yang tampak masih
setengah bangun sembari turun tangga.
“Tidak kok, kenapa?” Balas Liliam. Anak tersebut terdiam
sejenak kemudian memutuskan untuk mengabaikan hal itu.
“Kenapa bisa?” “Maafkan saya tuan, saya juga tidak tahu.”
“Ada apa, ayah? Ibu?” Liliam menghampiri orangtuanya dengan
langkah kecilnya. “Oh, Liliam. Tidak ada apa-apa, hanya saja ada kejadian
aneh,” Ayahnya membalasnya. Tampak beberapa benda yang tidak berada di posisi
semulanya terbaring di lantai, serta dua cangkir teh yang berada di meja serta
poci yang bermotif sama dengan cangkir tersebut.
Apa yang terjadi kemarin malam? Shelly memasang raut wajah
takut namun Carol malah semangat dengan kejadian ini. Renold berpikir, apakah
suara ribut kemarin ada hubungannya dengan ini? Bahkan ada suara teriakan
seperti seseorang bertemu dengan hantu.
“Jangan-jangan pencuri bertemu dengan hantu?” Gumam Renold
dengan tanpa disadari mengatakan apa yang berada di pikirannya. Mereka semua
menoleh ke arah Renold, dimana ia menjadi agak malu dan mengipas tangannya,
“Tidak ada, hanya suatu kemungkinan yang aku kepikiran tapi
tidak mungkin terjadi.”
Mendengar itu, mereka hanya tertawa.
“Mungkin apa yang dikatakan Renold benar,” ucap Ibu Liliam
sembari memberikan senyuman lembut.
“Ruby, tolong arahkan anak-anak ke meja makan untuk
sarapan.”
“Baik, Nona.”
Bubar di lokasi TKP menuju ruang makan, Liliam berhenti
sejenak di tempat paling belakang, menatap foto yang terpajang di ruang tamu.
“Bu Essea, Anda telah menjaga keluarga kami lagi, bukan?”
“Liliam, ayo makan!” Shelly menarik lengan Liliam dan
membawanya menuju teman-temannya yang lain.
‘It’s my pleasure to
protect this family with my whole power, because that is my duty[2].’
Komentar